Dosen Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta, Saiful Anam, mempertanyakan keputusan pemerintah memperpanjang konsesi tol tersebut lebih awal, yakni pada 17 Juni 2020. Padahal masa konsesinya baru berakhir pada Maret 2025.
“Mestinya swasta harus dikurangi dalam pengelolaan tol dalam jangka panjang,” ujar Anam kepada
RMOL pada Selasa 3 Juni 2025.
Sebab, selain tol itu menyangkut hajat hidup orang banyak, negara juga tak bisa menyerahkan sepenuhnya pengelolaan tol kepada pihak swasta.
Anam menuturkan, pengelolaan jalan tol oleh pihak swasta cenderung berorientasi pada keuntungan semata (
profit oriented), bukan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini, bisa menjadi salah satu penyebab mahalnya tarif tol.
“Sekarang logis saja, kalau tol dikelola oleh swasta, maka jelas mereka mencari untung, bukan untuk pelayanan kepada masyarakat,” tegasnya.
Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) ini juga mengingatkan pemerintah agar tidak ragu untuk mengevaluasi atau bahkan mengambil alih konsesi jika ditemukan pelanggaran atau kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan publik.
“Saya kira siapapun sudah tahu, termasuk Jusuf Hamka, mestinya ia harus berani menolak ketika akan dilakukan perpanjangan kontrak, karena hal tersebut tentu akan menyalahi peraturan perundangan-undangan,” tuturnya.
“Kalau masih dikelola swasta maka wataknya selalu untung yang dicari. Tapi kalau negara pasti mereka mengedepankan pelayanan bukan untung semata,” demikian Saiful Anam.
BERITA TERKAIT: