Mantan Direktur Keselamatan Transportasi Darat Kementerian Perhubungan, Suripno, bahkan menekankan bahwa permasalahan truk ODOL tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, dan pesimis bahwa implementasi zero ODOL dapat dilakukan sepenuhnya pada 2026, seperti yang ditargetkan oleh Menteri Koordinasi (Menko) Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Menurut Suripno, pendekatan pemecahan masalah ODOL saat ini relatif sama dengan periode-periode sebelumnya, yaitu penegakan hukum. Pelanggaran terhadap kelas jalan, persyaratan teknis dan laik jalan, khususnya pelanggaran dimensi kendaraan, pelanggaran daya muat kendaraan, itu sudah berlangsung puluhan tahun, bahkan sejak 1980.
"Jadi, saya sangat yakin apa yang dilakukan itu tidak akan membawa hasil sesuai yang diharapkan. Hasilnya tidak akan jauh beda dengan apa yang pernah dicanangkan bahwa zero ODOL ditargetkan 1 Januari 2023 lalu tapi gagal dijalankan,” ujarnya, dalam keterangan yang dikutip Sabtu 23 Mei 2025.
Ia menegaskan, untuk menyelesaikan masalah ODOL ini, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah menjawab alasan perusahaan kenapa mereka harus menggunakan truk ODOL.
Hampir semua perusahaan yang menggunakan truk ODOL itu adalah karena ingin efisiensi biaya.
"Seharusnya, yang dilakukan pemerintah adalah memikirkan bagaimana agar tanpa ODOL juga mereka juga bisa efisiensi biaya. Jadi, jangan melakukan yang instan saja seperti penegakan hukum. Apalagi tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkannya terutama dampak ekonominya,” tukas Suripno.
Pembenahan transportasi multimoda adalah hal pertama yang harus dibenahi. Transportasi yang digunakan saat ini sungguh tidak efisien karena tidak terintegrasi dengan baik.
“Kalau penggunaan jalan kereta api dan jalan laut bisa dibenahi, para pengusaha pasti banyak yang menggunakannya karena biayanya yang jauh lebih efisien. Tapi, kenyataannya bisa dilihat bahwa multimoda itu nggak efisien, lebih mahal menurut perusahan truk dan pemilik barang," kata Suripno.
Dosen di sebuah institut transportasi ini mengungkapkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah ODOL. Dari mulai rencana integrasi multimoda transportasi, kemudian dilanjutkan ke rencana membangun, rencana operasi, dan rencana mitigasi.
“Hal ini dilakukan agar bagaimana orang supaya senang ke multimoda transportasi,” tukasnya.
Jadi, katanya, jika pemerintah bisa menyediakan sistem yang bisa membuat biaya transportasi para pengusaha itu lebih efisien seperti penyediaan multimoda yang baik, penggunaan truk-truk ODOL ini juga pasti akan berkurang.
Senada, Ketua Majelis Profesi dan Etik Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono, mengatakan salah satu problem yang harus diselesaikan pemerintah jika benar-benar ingin menerapkan Zero ODOL adalah masalah status dan fungsi jalan yang masih carut-marut dan tidak jelas.
Menurutnya, ini merupakan problem klasik yang masih belum diselesaikan hingga saat ini.
Pabrik untuk komoditi ekspor tidak ada yang berada di kota. Semua berada di desa atau kecamatan. Jadi, ketika mengangkut barang dari pabrik-pabrik itu menuju pelabuhan utama, truk-truk itu pasti akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional).
Tidak hanya statusnya, truk-truk itu juga pasti akan melalui jalan-jalan yang fungsinya juga berbeda. Mulai lingkungan primer atau jalan lokal, kolektor 3 atau jalan kabupaten, kolektor 2 atau jalan provinsi, dan kolektor 1 atau jalan arteri. Selain fungsi dan status, kelas jalan yang dilalui truk-truk itu dari pabrik menuju pelabuhan utama juga beda.
“Ada jalan kelas 3, kelas 2, dan kelas 1,” tutur Agus.
Saat melalui jalan yang berbeda-beda itu, menurutnya, truk-truk itu tidak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya saat akan pindah jalan. Apalagi, lanjutnya, saat membongkar muatannya itu dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat untuk mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Nah, masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” tukas Agus.
BERITA TERKAIT: