Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Rupiah Masih Lemah, Pengamat Puji Langkah Pemangkasan Anggaran Presiden Prabowo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Jumat, 28 Maret 2025, 22:34 WIB
Rupiah Masih Lemah, Pengamat Puji Langkah Pemangkasan Anggaran Presiden Prabowo
Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho/Net
rmol news logo Nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika Serikat (AS) terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998.

Nilai tukar rupiah melemah sebesar 14 poin atau 0,08 persen menjadi Rp16.676 per Dolar AS dari sebelumnya Rp16.562 per Dolar AS.

Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menegaskan anjloknya mata uang rupiah ini mengingatkan publik pada krisis moneter 1998. Bahkan kondisi ekonomi Indonesia saat ini justru lebih buruk dibandingkan 27 tahun lalu.

"Di tahun 1998, ketika rupiah berada di posisi Rp16.650 per dolar, total utang luar negeri kita hanya sekitar 70 miliar Dolar AS, atau setara Rp1.165 triliun," ujar Hardjuno dalam keterangannya, Jumat 28 Maret 2025.

"Sekarang, dengan kurs yang sama, utang luar negeri kita sudah tembus 500 miliar Dolar AS, yaitu sekitar Rp8.325 triliun. Naik tujuh kali lipat," imbuhnya.

Menurutnya, fakta tersebut menunjukkan bahwa rupiah saat ini belum mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia secara jujur.

“Ini artinya nilai tukar yang terlihat sekarang bisa jadi belum merepresentasikan tekanan riil terhadap Rupiah. Bahkan mungkin masih terlalu kuat dibandingkan kenyataan,” katanya.

Hardjuno mengkritik pendekatan pemerintah yang selama ini terkesan membiarkan utang menumpuk tanpa ada strategi pelunasan yang jelas. Padahal, utang itu harus dibayar.

“Kalau kita tidak bisa bayar, artinya memang tidak mampu. Maka harus ada jalan keluar. Ini tidak bisa terus-menerus dibiarkan seperti sekarang,” tegasnya.

Hardjuno mempertanyakan akuntabilitas fiskal di tengah sistem pemerintahan yang selalu berganti, tetapi mewariskan beban yang sama dari tahun ke tahun.

“Kalau semua menteri berganti, siapa yang bertanggung jawab atas semua ini? Masalah utang ini sudah jelas-jelas bermula dari Obligasi Rekap BLBI yang terus diabaikan. Itu akar persoalannya,” tuturnya.

Meski demikian, Hardjuno mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang baru-baru ini memangkas anggaran negara.

Menurutnya, keberanian Prabowo ini sesuatu yang belum pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya. Namun demikian, kebijakan pemangkasan anggaran ini belum cukup efektif tanpa dibarengi dengan langkah lanjutan.

“Itu langkah bagus. Tapi setelah itu bagaimana? Harus ada rencana besar yang konkret dan berani. Bukan sekadar reaksi jangka pendek,” pungkasnya.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA