Hal itu lantaran Ombudsman melihat adanya potensi maladministrasi dalam program tersebut.
"Ini program yang baik, tapi kalau nanti tata kelolanya tidak baik berpotensi adanya maladministrasi, bisa juga terjadi korupsi, penyimpangan prosedur, makanan tidak bergizi, kelihatannya besar tapi gizinya nggak ada,” ujar Najih lewat keterangan resminya, Jumat 21 Maret 2025.
Dia menjelaskan, terdapat tiga hal yang menjadi fokus kajian Ombudsman pada program MBG. Yang pertama, kriteria penerima program MBG, kedua penentuan instansi yang mengontrol kualitas makanan, dan ketiga mitra Badan Gizi Nasional (BGN) dalam program tersebut.
“Karena ini semua terkait dengan pelayanan publik. Kita sedang lakukan telaah untuk melihat ini semua supaya penyelenggaraan makan bergizi gratis ini bisa sampai tujuan,” kata Najih.
Fokus kajian Ombudsman tersebut, lanjut Najih, telah dikoordinasikan kepada BGN. Dia menegaskan langkah tersebut dilakukan sebagai dukungan Ombudsman terhadap program unggulan Pemerintah Pusat tersebut.
“Karena ini memang kalau dikerjakan secara massif pasti ada kendala-kendala yang harus dimitigasi sejak awal. Makanya sedang kita identifikasi,” ujarnya.
Pemerintah resmi memulai program MBG sejak 6 Januari 2025. Penyaluran makanan bergizi dioperasikan oleh 190 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG yang tersebar di 26 provinsi. MBG menyasar balita, siswa PAUD, SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat, ibu hamil dan ibu menyusui.
Sejak penyelenggaraan MBG, berbagai masalah terjadi seperti penghentian mendadak program MBG, siswa tidak kebagian makanan bergizi, ditemukannya makanan yang tidak layak, sehingga menyebabkan sejumlah siswa mengalami keracunan.
BERITA TERKAIT: