“Kami bersama-sama menemui pimpinan DPR RI untuk menyampaikan catatan catatan kritis kami terhadap naskah RUU TNI,” kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Usman Hamid.
Usman Hamid mengatakan, pihaknya berharap DPR terbuka dalam membahas RUU TNI yang banyak mendapatkan kritik publik. Sebab, dalam pembentukan perundang-undangan, DPR tidak boleh mengabaikan partisipasi publik.
“Pertemuan ini sebenarnya pertemuan yang kami lama nantikan agar rancangan undang-undang teknik melibatkan partisipasi publik seluas luasnya dalam pertemuan hari ini,” kata Direktur Eksekutif Amnesty Internasional ini.
Usman mengurai bahwa ada beberapa catatan serius yang disorot oleh Koalisi Masyarakat Sipil terkait pembahasan RUU TNI.
Pertama, tentang pentingnya memastikan tugas, pokok dan fungsi TNI agar tetap berada dalam jalur pertahanan.
“Tentara tetap kembangkan sebagai tentara yang modern dan profesional. Dan yang terpenting tentara tetap berada dalam kontrol supremasi sipil,” tegas Usman Hamid.
Oleh karena itu, Usman Hamid menyebut bahwa pasal-pasal dalam RUU TNI yang turut dibahas dalam audiensi tadi didorong untuk memastikan tegaknya supremasi sipil.
“Tegaknya negara hukum, tegaknya tentara yang profesional, tentara yang modern dan juga supremasi sipil,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: