Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Koalisi Permanen KIM Plus Tidak Mungkin Terjadi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Rabu, 19 Februari 2025, 11:59 WIB
Koalisi Permanen KIM Plus Tidak Mungkin Terjadi
Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan kepada para kepala daerah terpilih dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat 14 Februari 2025/Istimewa
rmol news logo Wacana pembentukan koalisi permanen yang disuarakan Presiden Prabowo dan kader-kader Partai Gerindra melalui Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus sulit terwujud.

Hal itu disampaikan peneliti Center for Indonesia Reform (CIR) Subhan Akbar kepada RMOL, Rabu, 19 Februari 2025. 

“Kecil kemungkinan akan terwujud, bahkan bisa dibilang tidak mungkin terjadi,” ujar Subhan.

Lanjut dia, meskipun semua ketum partai yang ada di KIM plus menyatakan setuju tapi keputusan tersebut diyakini akan berubah setelah hasil pemilu diketahui. 

“Politik Indonesia sangat dinamis dan mudah terpengaruh oleh banyak faktor. Dengan demikian deal-deal elite politik saat ini akan mudah berubah menjelang dan pasca-pemilu 2029,” jelasnya. 

Subhan melihat persetujuan ketum parpol KIM Plus pada wacana koalisi permanen belum final. Menurutnya, persetujuan itu bisa saja sebatas fatsun politik karena berada di koalisi yang dipimpin Prabowo. 

“Pada bagian lain persetujuan tersebut bisa dianggap sebagai upaya mengamankan posisi agar porsi kekuasaan di koalisi tidak dievaluasi,” ungkapnya.

Tapi, sambung dia, secara logis semua kebijakan partai akan disesuaikan dengan dinamika dan kondisi politik jelang pemilu 2029. 

“Sehingga bisa dibilang persetujuan mendukung koalisi permanen saat ini sekedar basa-basi untuk menjaga perasaan Prabowo yang sedang euforia,” ungkapnya lagi. 

Subhan menilai tidak ada korelasi empirik bahwa koalisi permanen dapat menunjang proses pembangunan. Dalam konteks sistem demokrasi koalisi permanen dari sebagian besar partai itu langkah mundur karena menihilkan kekuatan penyeimbang kekuasaan. 

“Kalau semua kekuatan politik sudah bersatu dengan pemerintah dan parlemen maka aspirasi rakyat menjadi tidak penting untuk diperhatikan dalam proses pembuatan kebijakan negara. Dan ini sangat berbahaya,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA