Status abrasi itu, menjadi perhatian tersendiri bagi tokoh senior Partai Gerindra, Arief Poyuono.
Padahal, kata dia, salah satu penyebab tanah berstatus musnah adalah bencana alam, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria (UUPA).
Namun, ia mempertanyakan mengapa sejak dulu hingga sekarang, abrasi di kawasan Pantai Utara Tangerang tidak pernah mendapatkan status bencana alam dari pemerintah.
"Sampai sekarang, abrasi di Pantura Tangerang tidak pernah dinyatakan status bencana alam oleh Pemerintah. Sama dengan lahan musnah di Demak," ujar Arief kepada wartawan, Selasa 4 Februari 2025.
Arief juga menyoroti kecenderungan investor, baik asing maupun lokal, serta pejabat negara yang lebih tertarik berinvestasi di sektor pertambangan dibandingkan dengan pengembangan properti.
"Karena (tambang) enggak butuh buruh banyak, untung gede, kerjanya tinggal keruk-keruk tanah jual dapat duit," cetusnya.
Kata Arief lagi, berbeda dengan properti, keuntungan di sektor tambang jauh lebih besar dan cepat. Sementara investasi properti lebih membutuhkan waktu lama untuk memperoleh hasil.
"Beda investasi pengembangan properti untung dikit jualnya lama. Jadi wajar enggak yang tertarik di IKN," Poyuono menuturkan.
Dia mencontohkan pengusaha tambang asal Singapura, Dato’ Dr. Low Tuck Kwong, pemilik Bayan Resources, yang disebutnya bisa menikmati keuntungan besar tanpa perlu turun tangan langsung.
"Pegawainya orang Indonesia keruk-keruk tanah dapat Batubara, ekspor bayarannya dari buyer di Bank Singapore," tandasnya.
BERITA TERKAIT: