Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung (FH UBL), Anggalana menyoroti salah satu poin putusan MK yang mewajibkan partai politik mengusulkan pasangan capres-cawapres agar tidak mendapat sanksi larangan mengikuti pemilu berikutnya.
Menurutnya, poin ini mencerminkan bentuk intervensi dalam demokrasi yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Dia mengandaikan jika parpol tidak memiliki capres atau cawapres yang akan didukung tapi dipaksa oleh aturan, maka bisa menimbulkan masalah baru.
“Kalau satu parpol tidak punya capres atau cawapres, kan tidak bisa kita paksakan untuk mencalonkan seseorang. Dengan aturan ini, dia terpaksa mengusung orang yang kurang berkualitas, kan disayangkan,” kata Anggalana dikutip dari
Kantor Berita RMOLLampung, Sabtu, 4 Januari 2025.
Poin inilah yang perlu digarisbawahi agar bisa dibahas mekanismenya oleh penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR.
Tapi terlepas itu, dia mengapresiasi putusan MK yang menghilangkan presidential threshold ini.
“Sudah sepatutnya demokrasi itu tidak bisa dibatasi dengan
presidential threshold,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: