Analis politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga berpandangan, perubahan sistem demokrasi pemilihan langsung tidak bisa langsung diterapkan jika hanya beralasan ongkos politik mahal.
"Semua pihak sudah tahu bahwa demokrasi memang mahal. Hal ini sudah diketahui sejak anak bangsa memilih sistem politik yang akan digunakan dalam berbangsa dan bernegara," kata Jamiluddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 Desember 2024.
Menurutnya, jika ingin menekan efisiensi dan ongkos politik, maka pilihan yang tepat adalah mengubah sistem demokrasi menjadi otoritarianisme. Melalui sistem tersebut, Kepala Negara tinggal menunjuk siapa yang akan jadi gubernur, bupati, maupun walikota.
"Hanya saja Indonesia tak boleh menerapkan sistem otoriter. Konstitusi kita sudah dengan tegas mengingatkan semua anak bangsa, Indonesia menganut sistem demokrasi," tutupnya.
Wacana pemilihan kepala daerah dilakukan DPRD menyeruak setelah pidato Presiden Prabowo Subianto saat puncak HUT ke60 Partai Golkar, Kamis, 12 Desember 2024 kemarin.
Dalam pidatonya, Prabowo menilai perubahan sistem demokrasi tersebut berdalih karena biaya politik di Indonesia sangat mahal. Dengan sistem pemilihan langsung seperti saat ini, anggaran negara terkuras hingga puluhan triliun rupiah.
BERITA TERKAIT: