Desakan itu disampaikan tokoh Pro Demokrasi dan HAM, Todung Mulya Lubis, dalam diskusi bertajuk "Demokrasi yang Tergerus Pasca-Reformasi 98, Residu Rezim Jokowi Cawe-Cawe MK, Pemilu 2024, dan Pilkada Serentak 2024" di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu, 6 November 2024.
Todung mengaku mendengar ada laporan bahwa dalam Pilkada ini ada cawe-cawe yang dilakukan oleh oknum kepolisian yang dilakukan secara terstruktur, seperti yang terjadi di Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan sejumlah provinsi lainnya.
"Kalau hanya satu dua kasus, itu mungkin masih bisa disebut oknum. Tetapi ketika ia sudah masif di beberapa tempat, di beberapa kabupaten, beberapa provinsi, akan sangat mustahil untuk mengatakan itu sebagai oknum," ucap Todung.
Oleh karena itu, Todung meminta agar tindakan para oknum ini benar-benar diinvestigasi. Menurutnya, Kapolri sebagai pucuk pimpinan tertinggi korps Bhayangkara harus bertanggung jawab atas hal tersebut.
"Nah saya mendukung untuk melakukan evaluasi, assessment, dan Kapolri mencopot beberapa Kapolda yang bertanggung jawab di provinsi-provinsi (yang diduga ikut cawe-cawe di Pilkada 2024)," tegasnya.
Pasalna, Todung menilai cawe-cawe yang dilakukan oknum kepolisian itu tidak sesuai dengan sikap Presiden Prabowo yang menegaskan tidak akan ikut campur dalam urusan Pilkada 2024.
Ia berpandangan, Prabowo juga memiliki beban untuk membersihkan pihak-pihak yang coba melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Sehingga, membuat demokrasi itu rusak dari dalam.
"Menurut saya mereka mesti dibersihkan kalau Presiden Prabowo ingin memberikan satu sinyal bahwa kita akan merestorasi kembali demokrasi yang sudah dirusak dari awal," pungkasnya.
Selain Todung Mulya Lubis, diskusi ini juga turut dihadiri Ketua DPP PDIP, Ronny Talapessy; pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari; dan Direktur Amnesty Internasional, Usman Hamid.
BERITA TERKAIT: