Hal itu seakan menjadi bom waktu bagi setiap periode pemerintahan seiring dengan berjalannya Reformasi di tubuh TNI.
Peneliti senior Lab 45 Andi Widjajanto mengupas piramida karir TNI yang ditengarai karena banyaknya penerimaan calon perwira di tahun 1988.
“Saat itu (1988) Pak Benny Moerdani baru saja menyelesaikan likuidasi, terutama Komando Teritorial di angkatan darat. Tidak ada lagi wilayah konflik utama, wilayah konfliknya tetap Timor Timur, Aceh dan Papua. Tapi yang betul-betul tidak dibayangkan ketika ada (Angkatan) 88A, 88B ini muncul adalah pada 97-98 menghasilkan Reformasi yang kemudian menghapus doktrin Dwifungsi, doktrin sospol, menghilangkan kemungkinan TNI di jabatan-jabatan di luar Mabes dan Kemhan,” jelas Andi dikutip dari kanal Youtube
Akbar Faizal Uncensored, Sabtu 12 Oktober 2024.
usai Reformasi, perwira aktif TNI pun tak bisa lagi menjabat kepala daerah hingga kementerian lain di luar Kemhan.
“Nah itu berlangsung sampai sekarang, sampai 2024 penumpukannya.
Lanjut Andi, normalnya pada saat terjadi penumpukan perwira terutama karena rekrutmen di satu angkatan yang membesar, ada tiga pilihan.
“Pilihan paling sederhana, tawarkan pensiun dini. Ini tidak dilakukan. Pilihan keduanya, nolkan rekrutmen. Nggak ada rekrutmen selama beberapa tahun. Untuk memberikan kesempatan piramidanya normal lagi. Tidak juga dilakukan. Pilihan ketiganya lakukan validasi organisasi, besarkan organisasi militernya (17:20) supaya ada posisi-posisi baru. Ini yang diambil di masa Pak Jokowi terutama ketika Pak Andika menjadi panglima,” jelasnya.
Menurut mantan Menseskab tersebut, membesarkan organisasi sangat membantu dalam mengurangi perwira nonjob.
“Sangat nolong untuk menyalurkan perwira-perwira yang tadinya terhambat karena (angkatan) 88 masih diberikan kesempatan untuk menjabat,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: