"Padahal dulu zaman bu Megawati (Presiden ke-5 RI) sudah dimoratorium, dan harusnya dihentikan secara permanen. Nggak boleh lagi ada tambang dan ekspor pasir laut," kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin kepada
Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Rabu (18/9).
Parid mengatakan, dampak dari ekspor pasir laut berpeluang membuat pulau-pulau kecil tenggelam. Hal ini juga membuat wilayah daratan Indonesia semakin sempit.
"Karena dampaknya terbukti menghancurkan banyak wilayah pesisir di Indonesia, pulau-pulau kecil banyak tenggelam," kata Parid.
"Tentu ada negara yang sangat diuntungkan karena wilayah darat semakin meluas sementara Indonesia semakin kecil," sambungnya.
Belum lagi, bila ini benar terjadi maka proses pemulihan memakan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit.
"Soal keuntungan tentu enggak untung ya, karena dari kajian kami justru rugi 5 kali lipat untuk pemulihannya," kata Parid.
Diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi membuka keran ekspor pasir laut.
Sebelumnya, selama 20 tahun, mengapalkan pasir laut untuk dikirim ke luar negeri adalah aktivitas ilegal.
Aktivitas melegalkan aktivitas pengerukan dan pengiriman pasir laut dari wilayah Indonesia untuk kemudian dijual ke luar negeri diatur dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor.
Aturan lainnya yaitu Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
BERITA TERKAIT: