Desakan itu disampaikan dalam surat terbuka masyarakat pemantau Pilkada Indonesia terdiri dari Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI), dan Persatuan Advokat Pro Demokrasi (PAPD).
Koordinator Masyarakat Pemantau Pilkada Indonesia Arifin Nur Cahyono mengatakan, desakan itu dikarenakan langkah Caroll Senduk yang berstatus petahana, melakukan pergantian terhadap 19 jabatan pada Pemerintah Kota Tomohon tanggal 22 Maret 2024.
"Diduga pelantikan tersebut dilaksanakan oleh Walikota Caroll Senduk yang dihadiri juga oleh Sekretaris Daerah Kota Tomohon Edwin Roring," ujar Arifin kepada wartawan, Kamis (5/9).
Arifin mengungkapkan, bahwa 19 pejabat yang dilantik pada tanggal 22 Maret 2024 tersebut di atas mulai melaksanakan tugas pada hari Senin, 25 Maret 2024 berdasarkan SK yang dibacakan secara kolektif saat pelantikan.
Caroll melakukan pergantian pejabat pada 22 Maret 2024 tanpa mengantongi izin dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Caroll diduga telah melanggar Pasal 71 ayat (2) UU 10/2016 tentang Pilkada.
Aturan itu melarang kepala daerah, termasuk walikota, melakukan rolling jabatan dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri
"Sementara pelantikan tersebut belum mendapatkan izin resmi dari Kementerian Dalam Negeri. Pemerintah Kota Tomohon baru meminta ijin kepada Kementerian Dalam Negeri pada Tanggal 29 Maret 2024," ungkapnya.
Lebih lanjut, Arifin menegaskan, Caroll Senduk sebagai Walikota Tomohon yang mencalonkan diri lagi, masuk sebagai Kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat menjelang pilkada.
Sehingga, lanjutnya, Caroll bisa dikenai sanksi pidana, sebagaimana diatur di dalam UU 10/2016 tentang Pilkada. Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.
"Carrol Senduk adalah Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00," demikian Arifin mengutip bunyi pasal 190 UU Pilkada.
BERITA TERKAIT: