Demikian yang disampaikan analis politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga. Menurutnya, putusan MK itu sekaligus mencerminkan kesetaraan di antara sesama partai politik.
"Partai yang memiliki kursi di DPRD tidak lagi merasa superior, sementara yang tidak punya kursi dinilai inferior," kata Jamiluddin kepada
RMOL, Rabu (21/8).
Menurutnya, dengan prinsip kesetaraan itu, partai besar tidak lagi bisa semena-semena memaksakan calonnya kepada partai gurem.
"Sebab, sesama partai gurem pun bisa mengusung calon untuk berkontestasi melawan calon dari partai besar," ucapnya.
Dengan begitu, lanjut Jamiluddin, rakyat lebih diuntungkan karena dapat memilih beragam calon.
"Di sini berlaku prinsip variasi yang memilih dan variasi yang dipilih," sambungnya.
Oleh karena itu, pasca putusan MK tentu mengubah peta politik Pilkada. Tidak ada lagi partai atau koalisi partai yang mendominasi. Setiap partai berpeluang mengusung calonnya.
"Hal itu setidaknya dapat meminimalkan terjadinya calon tunggal melawan kotak kosong. Dapat juga meminimalkan praktek calon unggulan melawan calon boneka," katanya.
Ia menekankan, upaya semena-semena memaksakan calon akan dapat diminimalkan. Sebab, upaya demikian akan mendapat perlawanan dari partai lain, termasuk partai yang tidak memperoleh kursi.
BERITA TERKAIT: