Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, mengingatkan, pemberdayaan profesi guru harus diselenggarakan melalui pengembangan diri yang berkeadilan dan berkelanjutan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) sesuai amanat Pasal 7 Ayat 2 UU No 14 tentang 2005 tentang Guru dan Dosen.
“Jadi penting sekali memperhatikan nilai-nilai itu saat pengangkatan maupun pemutusan kerja sama, termasuk dengan guru honorer,” tegas Dede Yusuf, kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (19/7).
Legislator Fraksi Demokrat itu juga mengingatkan pemerintah tentang UU 20/2023 yang berisi komitmen pemerintah menyelesaikan penataan tenaga non-ASN paling lambat Desember 2024.
Dede Yusuf menilai pemecatan guru honorer dengan istilah
cleansing juga tidak sesuai dengan semangat yang tengah dilakukan negara terkait perbaikan nasib guru honorer.
“Artinya, seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik, bukan justru mengalami kemunduran,” katanya.
Seperti diketahui, pemerintah berkomitmen menyelesaikan permasalahan tenaga honorer dengan beberapa kebijakan, seperti pengangkatan menjadi PNS atau PPPK melalui berbagai syarat dan ketentuan, salah satu targetnya pengangkatan 1 juta guru honorer menjadi ASN PPPK pada 2024.
“Kita berbicara tentang nasib lebih dari 100-an lebih guru yang sudah berjasa terhadap pendidikan anak-anak kita. Seharus Pemda Jakarta lebih bijaksana, tidak asal main
cut seperti itu,” pungkas Dede Yusuf.
BERITA TERKAIT: