"Berdasarkan fakta di persidangan, terdapat banyak laporan kepada pengawas pemilu terkait netralitas penjabat kepala daerah karena dinilai memihak kepada salah satu pasangan calon," kata Saldi Isra dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.
"Selain itu, pengerahan kepala desa pun menjadi fakta yang dilaporkan dan juga muncul di persidangan," sambungnya.
Saldi mengurai telah menemukan bukti adanya ketidaknetralan penjabat kepala daerah dalam keterangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga fakta yang terungkap di persidangan.
"Saya menemukan bahwa terdapat masalah netralitas penjabat kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang terjadi, antara lain, di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan," kata Saldi.
"Adapun bentuk ketidaknetralan penjabat kepala daerah, di antaranya, berupa penggerakan ASN, pengalokasian sebagian dana desa sebagai dana kampanye, ajakan terbuka untuk memilih pasangan calon yang memiliki komitmen jelas untuk kelanjutan IKN," sambungnya.
Selain itu, ada pula pembagian bantuan sosial atau bantuan lain kepada para pemilih dengan menggunakan kantong yang identik dengan identitas pasangan calon tertentu, penyelenggaran kegiatan massal dengan mengenakan baju dan kostum yang menonjolkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu, pemasangan alat peraga kampanye (APK) di kantor-kantor pemerintah daerah, serta ajakan untuk memilih pasangan calon di media sosial dan gedung milik pemerintah.
Terungkap juga sebagai fakta di persidangan adanya pengerahan atau mobilisasi kepala desa, antara lain, seperti di Jakarta dan Jawa Tengah.
Saldi mengatakan, berbagai bentuk ketidaknetralan tersebut telah dilaporkan kepada Bawaslu dan sebagiannya terbukti. Terhadap laporan yang terbukti tersebut, Bawaslu telah merekomendasikan kepada instansi terkait, seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), untuk ditindaklanjuti karena terbukti melanggar peraturan perundang-undangan lainnya.
Berkaitan dengan ketidaknetralan tersebut, KASN telah merilis hasil survei pada Desember 2023 yang menunjukkan bahwa sebagian penjabat kepala daerah dinilai belum optimal dalam mengawal netralitas ASN.
"Salah satu penyebab utamanya adalah intervensi politik sehingga membuat ASN melanggar netralitas. Sementara itu, sebagian laporan yang disampaikan kepada Bawaslu dinilai tidak terbukti karena tidak memenuhi syarat formil atau materil. Namun, Bawaslu tidak memberitahukan kekuranglengkapan persyaratan dimaksud," katanya.
Menurutnya, Bawaslu dapat dianggap menghindar untuk memeriksa substansi laporan yang berkenaan dengan penyelenggaraan negara.
"Meskipun demikian, saya berkeyakinan bahwa telah terjadi ketidaknetralan sebagian penjabat kepala daerah, termasuk perangkat daerah yang menyebabkan pemilu tidak berlangsung secara jujur dan adil. Semuanya ini bermuara pada tidak terselenggaranya pemilu yang berintegritas. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo beralasan menurut hukum," kata Saldi.
Oleh sebab itu, kata Saldi, perlu dipertimbangkan majelis hakim MK dalam memutus perkara sengketa Pilpres 2024.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, dalil Pemohon sepanjang berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum," kata Saldi.
"Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil maka seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas," tutupnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Pemilu (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan Capres-Cawapres Nomor 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
BERITA TERKAIT: