Hal itu disampaikan saksi ahli Prabowo-Gibran, Hasan Nasbi saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4).
Hasan menepis keterangan dari Kepala Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk sekaligus saksi ahli yang dihadirkan dari tim hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Hamdi Muluk membeberkan 3 hasil riset, yakni pertama data riset miliknya sendiri, kedua hasil exit poll Litbang Kompas dan ketiga hasil survei dari Indikator Politik Indonesia.
“Dari hasil riset tersebut, beliau (Hamdi Muluk) mendapatkan rata-rata hasil koefisien korelasi, jadi korelasi hubungan antara bantuan sosial dengan keterpilihan kandidat petahana itu angka korelasinya 0,29. Bahwa hubungannya rendah dan mendekati 0,” ucap Hasan.
“Para ahli sering menyederhanakan angka koefisiensi korelasi itu dengan di atas 0,5 atau di bawah 0,5. Kalau di atas 0,5 itu kuat kalau di bawah 0,5 itu lemah hubungan,” sambungnya.
Lanjut Hasan, sementara dari 10 hasil riset Hamdi Muluk diketahui koefisiensi korelasinya rata-rata hanya 0,04 persen yang artinya sangat rendah.
“Koefisiensi relasi dari 10 riset itu bervariasi dari 0,04 rendah sekali. Cara membaca koefisiensi relasi itu sederhana saja -1, 0, 1 kalau dia mendekati angka 1 apakah itu negatif atau positif berarti hubungannya makin kuat, kalau satu atau -1 itu hubungannya sempurna kalau negatif berarti sempurna berbanding terbalik,” jelasnya.
“Kalau kita rinci dengan detail kira-kira cara bacanya seperti ini jadi kalau korelasinya antara 0,2 sampai 0,39 itu sangat rendah, kalau 0,01 sampai 0,19 itu hampir tidak ada atau bisa dibilang tidak ada hubungan antara bantuan sosial dengan ini,” tambah dia.
Namun, Hasan menyayangkan setelah Hamdi memaparkan kesaksian di MK,
Harian Kompas gagal paham dengan menuliskan headline ada 29 persen mempengaruhi pemilih.
“Yang jadi persoalan adalah ketika beliau mengatakan ini, besoknya ada headline di
Harian Kompas, bansos mempengaruhi pemilih dan dibilang pengaruhnya terhadap pemilih adalah 29 persen. Dari mana 29 persen itu diambil dari angka koefisiensi relasi yang ditemukan oleh Laboratorium Psikologi Politik UI dari rata-rata 10 riset itu dapat koefisien relasi 0,29,” bebernya.
Kedua, Hasan memaparkan hasil riset exit poll dari Kompas tanggal 14 Februari 2024 sangat jelas sekali mendeskripsikan bahwa bansos lemah sekali hubungannya dengan keterpilihan Prabowo-Gibran.
“Itu kalau diolah datanya siapapun bisa mengolah data ini kalau di kalangan penerima bansos elektabilitas Prabowo-Gibran 58 persen dengan baseline 58 persen, di kalangan non penerima bansos 57 persen hampir tidak ada efeknya,” paparnya.
Hasan menyampaikan justru yang mendapatkan keuntungan dari bansos adalah pasangan Ganjar-Mahfud MD.
“Coba lihat pasangan Ganjar-Mahfud di kalangan penerima bansos baseline dari 17 persen menjadi 22 persen, kalau di kalangan non penerima bansos menjadi 16 persen aja. Kalau Anies di kalangan penerima bansos 19 persen, non penerima 27 persen,” bebernya lagi.
“Jadi kalau ada komplain dari Mas Anies, komplain ke Mas Ganjar karena di penerima bansos yang mendapat keuntungan kasat mata itu adalah Mas Ganjar-Mahfud, kalau kita bikin simulasi ini disederhanakan lagi kalau semua diberi bansos kira-kira begitu hasilnya Ganjar nomor urut 2, Prabowo-Gibran nomor urut 1, Mas Anies nomor 3. Kalau 100 persen populasi diberikan bansos, Prabowo 58, Ganjar 22, Anies 19, proyeksinya kira-kira begitu,” imbuh Hasan,
Ketiga, kata Hasan hasil 10 survei dari Indikator Politik Indonesia dari bulan April 2023 sampai Februari 2024 menjelaskan tidak ada hubungan antara approval rating Presiden Jokowi dengan elektabilitas Prabowo.
“Dalam periode Juli sampai Oktober 2023
approval rating Pak Jokowi turun sementara di bawah itu elektabilitas Prabowo terlihat naik itu kasat mata, kalau kita buat analisis statistiknya di bawah koefisien korelasi yang di atas persen correlation itu
approval rating Pak Jokowi dengan elektabilitas Prabowo Gibran koefisiensi korelasinya hubungannya 0,024 mendekati nol. 0,1 aja tidak ada sementara batasnya biasanya 0,5 untuk mengatakan hubungan yang kuat 0,024,” jelasnya lagi.
“Nilai signifikan 0,948 kira-kira kalau orang bikin skripsi atau tesis hipotesis nolnya tidak ada hubungan antara approval rating Jokowi dengan elektabilitas Prabowo,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: