Hal ini disampaikan pakar AI, Apni Jaya Putra, saat menjadi narasumber diskusi publik bertajuk "Pers, Artificial Intelligence dan Problem Penegakan Kode Etik Jurnalistik: Bagaimana Solusinya?" di gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (28/3).
"Harus ada sebuah produk hukum dari Dewan Pers untuk mengatur pedoman bagi cara penggunaan AI di industri media," kata Apni.
Dengan membuat produk hukum baru yang mengatur penggunaan AI dalam media, diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan kemajuan teknologi, sambil tetap memperhatikan nilai-nilai etika dan profesionalisme yang mendasari praktik jurnalistik.
Produk hukum yang diusulkan ini dirancang untuk mengatasi dampak yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan AI dalam industri media.
Apni melanjutkan, menurut
Harvard Business Review, media menjadi salah satu dari 20 sektor yang terimbas kemajuan AI. Bahkan profesi presenter terkena dampak paling cepat dari kehadiran AI.
"Semakin tidak interaktif maka semakin terpapar (AI), jika orang bisa digantikan pihak lain, dia semakin terpapar (AI)," pungkas Apni.
Sejauh ini, AI sudah mampu membuat
avatar/human digital presenter berbicara dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Internasional, dan Bahasa Daerah.
Termasuk melakukan kloning suara, mengganti wardrobe presenter hanya dengan teks, membuat dan mengganti set studio dengan teks, sulih suara dari bahasa asing ke Bahasa Indonesia, dan mendeteksi emosi saat debat.
BERITA TERKAIT: