"Kalau misalnya masyarakatnya tak terganggu dengan pengeras suara ya saya rasa tidak ada masalah," kata Faisal Ali kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, (7/3)
Menurut Lem Faisal--sapaan akrab Faisal Ali, himbauan tersebut tidak perlu diartikan secara umum. Mengingat kearifan lokal masing-masing daerah berbeda-beda.
"Bagaimana kenyamanan dan ketidaknyamanan, itu tergantung masyarakatnya, tidak perlu di generalisasi keseluruhan," ucapnya.
Jika memang tidak nyaman dengan pengeras suara saat Ramadan, kata dia, daerah tersebut tentu bisa dikondisikan. Hal ini untuk masyarakatnya nyaman dan aman.
"Kalau didaerah itu ada masyarakat non muslim dan tidak nyaman dan rumah masyarakat dekat dengan mesjid terkait itu bisa dikembalikan kepada kearifan daerah masing-masing," jelas Lem Faisal.
Kata Lem Faisal, dengan kondisi bulan Ramadhan, masyarakat tentu sangat paham dengan kondisi tersebut. Maka dari itu, Lem Faisal menyebutkan kerukunan dan kenyamanan tetap harus dijaga.
"Misalnya kita lihat ada masyarakat yang tinggal di pinggir jalan atau dipinggir laut, kan itu ribut, ya bisa juga mereka tidur," sebutnya
Sebelumnya, Yaqut berpesan agar umat Islam dalam syiar Ramadan tetap mempedomani Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushallah. Edaran pengeras suara terbit pada 18 Februari 2022.
Dalam edaran tersebut mengatur volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel). Khusus terkait syiar Ramadhan, edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadhan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
Sementara untuk takbir Idul Fitri di tempat ibadah dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
BERITA TERKAIT: