Pantauan
Kantor Berita Politik RMOL, saat hadir memenuhi panggilan tim penyidik pada Kamis pagi (1/2), Ribka mengacungkan salam 3 jari saat sedang menunggu di ruang tunggu di lobby Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan sebelum diperiksa.
Setelah diperiksa pun, Ribka kembali menunjukkan salam 3 jarinya ketika setelah wawancara dengan wartawan dan hendak meninggalkan area Gedung Merah Putih KPK.
Kepada wartawan, Ribka mengaku tidak mengetahui kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Saat peristiwa itu, Ribka menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI periode 2009-2014.
"Nggak tahu juga. Aku tuh nggak tau sebenarnya. Cuma gua bingung saja kenapa sih baru diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu gitu kan. Jadi ditanyain juga banyak yang gak tahu," kata Ribka.
Ribka yang juga politisi PDIP pun mengamini pernyataan Hasto terkait adanya upaya kriminalisasi hukum terhadap proses pemeriksaan terhadapnya oleh KPK.
"Iya karena kan begitu. Aku juga di sini (menyatakan ke penyidik) kenapa sih Pak kalau ini gak diangkat dulu? Gitu. Situasinya kan situasi mau pemilu, jadi pantas saja (Hasto bilang ada kriminalisasi hukum)," tuturnya.
Pada Kamis (25/1), KPK resmi umumkan tiga orang tersangka, yakni Reyna Usman (RU) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemnaker periode 2011-2015, I Nyoman Darmanta (IND) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Sistem Proteksi TKI TA 2012, dan Karunia (KRN) selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
Dalam perkaranya, pada 2012, Kemnaker melaksanakan pengadaan sistem proteksi TKI sebagai tindak lanjut rekomendasi tim terpadu perlindungan TKI di luar negeri dalam upaya melakukan pengolahan data proteksi TKI agar tepat dan cepat melakukan pengawasan dan pengendalian.
Reyna Usman selaku Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja mengajukan anggaran untuk TA 2012 sebesar Rp20 miliar.
Selanjutnya, I Nyoman diangkat sebagai PPK dalam pengadaan tersebut. Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari Reyna Usman, dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri I Nyoman dan Karunia.
Kemudian atas perintah Reyna Usman, terkait penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM. Untuk proses lelang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya adalah perusahaan milik Karunia.
Di mana, Karunia sebelumnya telah menyiapkan 2 perusahaan lain, seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang, sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang. Pengkondisian pemenang lelang, diketahui sepenuhnya oleh I Nyoman dan Reyna Usman.
Ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, setelah dilakukan pemeriksaan dari tim panitia penerima hasil pekerjaan, didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, di antaranya komposisi fardware dan software.
Selain itu, atas persetujuan I Nyoman selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM, walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen.
Kondisi faktual dimaksud, di antaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.
Berdasarkan perhitungan BPK RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan tersebut sekitar Rp17,6 miliar.
BERITA TERKAIT: