Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Inkonsistensi Abdulhakim Idris Sikapi Uighur dan Palestina, Dikritik Mahasiswa UII

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 21 Desember 2023, 16:04 WIB
Inkonsistensi Abdulhakim Idris  Sikapi Uighur dan Palestina, Dikritik Mahasiswa UII
Ahmad Sulthon Zainawi, mahasiswa hukum di Universitas Islam Indonesia (UII)/Ist
rmol news logo Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terkait kebebasan beragama, khususnya terkait etnis Uighur di China, terus menjadi sorotan internasional. Direktur Center For Uighur Studies (CUS), Abdulhakim Idris, memainkan peran penting dalam mengangkat isu ini.

Namun, inkonsistensinya dalam menanggapi kasus serupa, seperti penjajahan Israel atas Palestina, menimbulkan pertanyaan tentang kesetiaannya pada prinsip HAM atau apakah ada motif politik tertentu di balik sikapnya.

Abdulhakim Idris dengan tegas mengecam pemerintah China atas dugaan kejahatan genosida terhadap etnis Uighur. Pelarangan beribadah, pemaksaan untuk melepas atribut keagamaan, penghilangan identitas, dan penghancuran masjid menjadi fokus kritiknya.

Idris mendukung kemerdekaan etnis Uighur dan mendorong negara-negara Muslim untuk bersatu mendukung perjuangan ini.

"Kami harus bersatu untuk menyuarakan kebebasan etnis Uighur. Ini adalah panggilan untuk melawan ketidakadilan dan melindungi hak asasi manusia," ujar Abdulhakim Idris.

Namun, kritik muncul dari Ahmad Sulthon Zainawi, mahasiswa hukum di Universitas Islam Indonesia (UII). Dia mencermati inkonsistensi Idris, yang meski berkomitmen pada prinsip HAM dalam kasus Uighur, malah menunjukkan keberpihakan pada Israel dalam konflik Palestina.

Ironisnya, kata Sulthon, Idris mengklaim Hamas sebagai kelompok teroris, sementara mengabaikan pelanggaran HAM yang terjadi dalam penjajahan Israel.

"Kita perlu konsisten dalam mendukung hak asasi manusia di mana pun dan tidak memilih-milih kasus. Inkonsistensi dapat mengurangi dampak serius perjuangan HAM," ujar Sulthon dalam keterangannya, Kamis (21/12).

Melihat latar belakang Idris yang menjadi peneliti di Amerika Serikat, muncul pertanyaan apakah inkonsistensinya terkait dengan agenda politik AS.

Kata Sulthon, AS sebagai negara super power, aktif dalam mempolitisasi isu Uighur untuk menekan China, yang dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas politik dan keamanan AS sendiri.

Lanjutnya, dukungan intensif terhadap Israel juga mencuat, dengan rencana bantuan senilai 14,3 miliar Dolar AS dalam konfliknya dengan Hamas.

"Sikap Abdulhakim Idris mungkin tercermin dari dinamika politik global saat ini, di mana kepentingan negara besar turut memengaruhi narasi hak asasi manusia," pungkas Sulthon.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA