Founder sekaligus Ketua Yayasan SHW Center, Hardjuno Wiwoho, mengatakan, perlindungan hukum terhadap korban perundungan siber menjadi sangat penting untuk memitigasi agar dampaknya tidak meluas.
"Salah satu langkah yang kami diusulkan adalah dengan meningkatkan efektivitas peran Satgas Anti Cyberbullying," ujar Hardjuno dalam keterangan tertulis, Senin (13/10).
Hardjuno mengutip UNICEF tahun 2020, yang menemukan bahwa 45 persen anak berusia 14-24 tahun di seluruh dunia telah mengalami perundungan berbasis siber sepanjang 2020.
Lanjutnya, data tersebut mirip dengan data dari
Center for Digital Society (CfDS) per Agustus 2021, yang meneliti siswa SMP dan SMA usia 13-18 di 34 provinsi di Indonesia dengan hasil riset bahwa 45,35 persen mengaku pernah menjadi korban. Adapun 38,41 persen lainnya menjadi pelaku.
Dari data itu, masih kata Hardjuno, platform yang sering digunakan untuk kasus perundungan siber antara lain WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
"Sehingga ini fenomena yang meresahkan. Cyberbullying lebih seram dari bullying biasa karena bisa 24 jam dibully. Kapan saja, di mana saja, siapa saja, melalui medsos itu bisa dibully dan bisa membully juga," terangnya.
"Mental generasi muda rusak gara-gara budaya Cyberbullying," tandasnya.
BERITA TERKAIT: