Menurut hakim konstitusi Saldi Isra, putusan tersebut sama saja membawa MK ke dalam jebakan politik.
"Jika pendekatan seperti ini terus dilakukan, saya sangat cemas dan khawatir mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai
political questions," kata Saldi saat membacakan
dissenting opinion di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10).
Sepanjang menjabat sebagai hakim konstitusi, Saldi Isra memandang MK selalu menyerahkan ke pembentuk undang-undang dalam menentukan putusan yang tidak diatur secara eksplisit dalam konstitusi. Termasuk soal
opened legal policy, MK hanya memberikan pertimbangan.
Namun dalam perkara yang digugat mahasiswa Almas Tsaqibbirru Re ini, MK terlihat tidak konsisten.
"Pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap mahkamah," jelas Saldi Isra.
Dalam konteks aturan batas usia capres-cawapres, Saldi Isra berpandangan selayaknya dilakukan melalui mekanisme
legislative review yang dimohonkan oleh para pemohon.
"Bukan justru melempar bola panas ini kepada mahkamah," tandasnya.
MK sebelumnya mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam UU 7/2017 tentang Pemilu.
Dari sembilan hakim konstitusi, empat hakim menyatakan
dissenting opinion atau pendapat berbeda, yakni Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.
BERITA TERKAIT: