Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tolak Kampus Jadi Lokasi Kampanye, AMHTN-SI Ajukan Gugatan ke MK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Senin, 18 September 2023, 14:15 WIB
Tolak Kampus Jadi Lokasi Kampanye, AMHTN-SI Ajukan Gugatan ke MK
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi/Net
rmol news logo Asosiasi Mahasiswa Hukum Tata Negara Se-Indonesia (AMHTN-SI) ajukan kembali gugatan Undang-undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta agar kampus dan fasilitas pemerintah tidak dijadikan lokasi kampanye.

Sebagai Pemohon, AMHTN-SI diwakili Ketua Umum Muhammad Syeh Sultan, Koordinator Kajian dan Analisis Kebijakan Publik A Fahrur Rozi, dan Koordinator Humas Tri Rahma Dona. Syeh Sultan adalah mahasiswa IAIN Cirebon, Fahrur Rozi adalah mahasiswa UIN Jakarta, dan Tri adalah mahasiswa UIN Lampung.

"Menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65 /PUU-XXI/ 2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat terhadap frasa, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu," bunyi permohonan AMHTN-SI yang dikutip dari laman MK, Senin (18/9).

Menurut Ketua Umum AMHTN-SI, Syeh Sultan, sejak Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 diucapkan pada 15 Agustus 2023, telah menimbulkan problem dan ketidakpastian hukum bagi sejumlah tempat pendidikan atau fasilitas pemerintah.

Hal tersebut terbukti ketika sejumlah BEM ramai mengundang para bacapres datang ke kampus masing-masing.

Padahal, kata dia, putusan MK sebelumnya itu menempatkan pihak civitas akademika dalam kondisi pasif, dalam kapasitas kewenangan sebatas memberikan izin. Sehingga tindakan berdasarkan inisiatif mengundang para bakal calon presiden ke kampus merupakan hal yang tidak dibenarkan dan bertentangan dengan norma a quo.

"Kami melihat tindakan seperti yang dilakukan oleh BEM UI dan kawan-kawan BEM yang lain sebagai tindakan pelanggaran hukum yang nyata dan aktual," kata Sultan dalam keterangan tertulis, Senin (18/9).

Problem hukum belakangan yang disebut itu terjadi ketika Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang mengecualikan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan dari larangan kampanye pemilu masih mendapat sejumlah penolakan, juga turunan pengaturan terkait sistem serta ketentuan kampanye masih dipertanyakan dan penuh dengan ketidakpastian hukum.

"Bahwa berdasarkan uraian kerugian yang dialami para Pemohon telah nyata terdapat cukup potensi terjadinya pelanggaran atas kepastian hukum yang adil, perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) sebagai Prinsip dari Negara Hukum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945," paparnya.

Sultan menilai, kondisi birokrasi di lingkungan kampus dan fasilitas pemerintah saat ini sudah tidak netral dan sudah terafiliasi dengan gerakan politik tertentu. Tentu kewenangan pemberian izin kampanye terhadap salah satu paslon tidak akan sama antara satu dengan yang lain.

Dalam rangka mewujudkan rangkaian pemilu yang sesuai dengan prinsip yang dijamin dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, lanjut Sultan, hak konstitusional berupa kebebasan dalam pilihan politik setiap individu warga negara harus dibarengi dengan jaminan perlindungan dari sejumlah hal yang dapat atau berpotensi merusak, mengurangi, dan membatasi ruang kebebasan itu sendiri.

"Salah satu hal dalam mewujudkan hal itu adalah dengan mencegah segala bentuk yang menjadi tekanan dan dominasi terhadap hak kebebasan tersebut dari tarik ulur kepentingan dan dominasi struktural tertentu," pungkasnya. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA