Hal itu disampaikan Akademisi Universitas Lampung (Unila), Darmawan Purba, setelah melihat banyak politisi yang membawa serta suami atau istri, bahkan anaknya, untuk ikut Pemilu 2024.
Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu menjelaskan, praktik demokrasi berbiaya tinggi, menyebabkan proses rekrutmen dan kaderisasi serta kandidasi politik bertumpu pada kepemilikan modal ekonomi ketimbang modal sosial dan politik.
"Percakapan dan pembahasan strategi pemenangan pemilu hampir dipastikan disandarkan pada kemampuan finansial calon, bukan pada kerja dan perjuangan kelembagaan partai politik," kata Darmawan, dikutip
Kantor Berita RMOLLampung, Jumat (25/8).
Lebih lanjut, Darmawan mengatakan, pada situasi demikian, proses rekrutmen politik akan berbasiskan relasi keluarga para elite politik, yang memang memiliki akses pembiayaan politik yang besar.
Untuk itu, menurut Darmawan, kaderisasi partai politik menjadi proses penting yang dilalui dalam proses kandidasi politik.
"Artinya ada proses yang normal dan panjang yang harus dijalani untuk sampai pada tahap pencalonan sebagai calon anggota legislatif atau jabatan politik lainnya," jelasnya.
Menurut Darmawan, sebetulnya parpol sudah melakukan kaderisasi tapi belum konsisten menjalankannya.
Meski begitu, kata Darmawan, jika ada anggota keluarga yang ingin dinominasi menjadi politisi didorong mengikuti proses kaderisasi yang lengkap dan dalam jangka waktu yang wajar.
"Setidaknya satu periode sebelum pemilu, jadi tidak tiba-tiba masuk dan menempati posisi prioritas," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: