Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berkaca pada Kerja Sama Kereta Cepat, Indonesia Perlu Kurangi Ketergantungan Ekonomi kepada China

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Kamis, 03 Agustus 2023, 22:33 WIB
Berkaca pada Kerja Sama Kereta Cepat, Indonesia Perlu Kurangi Ketergantungan Ekonomi kepada China
Ilustrasi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung/Ist
rmol news logo Pemerintah mesti mengurangi ketergantungan ekonomi pada China. Hal ini seiring ditekennya sejumlah kesepakatan kerja sama dalam pertemuan bilateral Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden China Xi Jinping pada Jumat lalu (27/7).

“Indonesia harus berupaya lebih aktif dalam mendiversifikasi mitra dagang dan investasinya. Memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain akan memberikan fleksibilitas dan ketahanan ekonomi yang lebih besar,” kata ekonom sekaligus pengamat kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, melalui keterangannya, Kamis (3/8).

Menurut Achmad, kerja sama Indonesia-China bisa merugikan Indonesia. Hal ini jika pemerintah Indonesia tidak selektif dalam pembuatan kesepakatan yang dituangkan dalam dokumen kerja sama.

Achmad berkaca pada sejumlah kerja sama yang pernah dijalankan Indonesia-China. Salah satunya, dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Dia berujar, dalam proyek tersebut ada ketidaksesuaian kesepakatan awal yang semula tidak melibatkan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Tapi kenyataannya malah melibatkan APBN.

“Akhirnya kan China menuntut jaminan Penanaman Modal Nasional (PMN) melalui APBN,” tutur Achmad.

Hal yang tidak kalah penting, lanjut Achmad, adalah soal transfer pengetahuan dan teknologi yang terjadi dalam kerja sama Indonesia-China. Dia menilai selama ini ada keterlibatan berlebihan tenaga kerja asing (TKA) China dalam proses pembangunan. Artinya, menurut dia, Indonesia tidak mendapat manfaat penuh dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Potensi kerugian lainnya, Achmad melanjutkan, terlihat dalam proyek tambang nikel. Meskipun Indonesia terlibat dalam ekspor nikel ke China, kata dia, porsi keuntungan yang diterima Indonesia sangat kecil.

“Selain itu, diskriminasi upah antara tenaga kerja lokal dengan TKA China juga menyebabkan ketidakadilan di pasar tenaga kerja Indonesia,” kata Achmad.

Oleh karena itu, Achmad melanjutkan, pemerintah harus lebih hati-hati dalam bernegosiasi dan mengawasi kesepakatan proyek kerja sama dengan China. Pemerintah harus bisa memastikan adanya transfer pengetahuan dan teknologi, serta keterlibatan tenaga kerja lokal.

“Pastikan dokumen perjanjian kerja sama yang dibuat, dipelajari dan dikuasai baik-baik dengan memastikan terjaminnya kepentingan negara,” ujar Achmad.

Selain itu, dalam perjanjian perdagangan, Indonesia harus bersikeras pada kesepakatan yang lebih adil dan menguntungkan.

“Pengaturan upah yang lebih merata antara tenaga kerja lokal dan TKA Cina juga harus diutamakan untuk menghindari diskriminasi dan ketidakadilan,” demikian Achmad Nur Hidayat. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA