Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN BAC) yang juga adalah Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid dengan Mr. Ishiguro Norihiko, Chairman di Tokyo, dalam rangkaian Pembukaan ASEAN Japan Business Week 2023 (AJBW 2023), Senin (5/6).
Penanggung jawab ASEAN Net Zero Hub, Muhammad Yusrizki menjelaskan sebagai salah satu legacy program ASEAN BAC di tahun 2023, MoU digagas oleh ASEAN BAC yang saat ini Indonesia dipercaya memegang sebagai ketua.
"MoU dimaksud untuk percepat proses transisi perusahaan-perusahaan di ASEAN untuk membantu perusahan Jepang dalam mencapai target-target aksi perubahan iklimnya ," kata Yusrizki.
Yusrizki menerangkan, Jepang merupakan mitra bisnis dan ekonomi utama bagi kawasan ASEAN, khususnya Indonesia. Dijelaskan Yusrizki, perubahan iklim sudah menjadi tantangan global. Maka, tidak luput dari perhatian Jepang dan ASEAN dalam membangun kolaborasi menuju kawasan ASEAN yang rendah karbon.
“Keberlanjutan dan Net Zero adalah satu-satu nya jalan bagi ASEAN untuk tetap tumbuh dan menjadi kekuatan ekonomi ke depan di tengah-tengah disrupsi ekonomi akibat dari Perubahan Iklim," tukas Yusrizki.
Lebih lanjut Yusrizki menjelaskan bahwa semua negara di ASEAN harus berkolaborasi untuk membangun Ekosistem Net Zero Emission (NZE) di kawasan ini untuk dapat membuat semua perusahaan di ASEAN memulai perjalanannya menjadi Perusahan Net Zero.
"Inilah arti penting pembentukan ASEAN Net Zero Hub (NZH)," sambung Yusrizki.
Menyoal MoU antara ASEAN BAC dan JETRO, Yusrizki meyakinkan bahwa kolaborasi ini tidak hanya menyangkut kerjasama dalam membuat pusat pengetahuan untuk perusahaan-perusahaan ASEAN.
Kata Yusrizki, kerjasama akan melakukan langkah konkret di dalam proses dekarbonisasi industri, khususnya dengan memberikan asistensi pada perusahaan-perusahan. Perusahaan itu diminta membuat rencana transisi yang kredibel dan pengenalan pada teknologi rendah karbon seperti efisiensi energi dan energi baru terbarukan (EBT).
Kedua institusi, tambah Yusrizki, bersepakat mengembangkan riset dan pengembangan jaringan serta ‘business matching’ antara perusahaan Jepang dan perusahaan setiap negara ASEAN.
Masih dengan semangat tema “ASEAN Matter: Epicentrum of Growth”, kehadiran MoU ini diharapkan bisa diikuti oleh negara-negara partner ASEAN lainnya seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Inggris, China dan lain-lain.
Yusriski berharap, dengan langkah itu ASEAN akan tetap menjadi pusat pertumbuhan dunia di tengah-tengah dinamika perubahan iklim yang juga direspons oleh dunia bisnis.
Tanpa adanya kawasan ASEAN yang ‘
climate resilience’, Yusrizki berpendapat cita-cita ASEAN untuk menjadi “Epicentrum of Growth” akan sulit terwujud. Sebab, banyak negara dan kawasan ekonomi di dunia sudah lebih dahulu bergerak ke arah itu.
Yusriski mencontohkan, Uni Eropa dengan kebijakan perdagangannya yang disebut “Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM)” cepat akan lambat memberikan dampak signifikan pada ekspor kawasan ASEAN ke Uni Eropa.
“Kalo kita masih mau lihat ASEAN tetap melakukan perdagangan dengan kawasan atau negara-negara partner nya di masa depan, maka pelaku usaha di ASEAN harus bergerak ke arah yang sama, yaitu Net Zero Emission,” tegas Yusrizki.
Lebih jauh Yusrizki berpendapat, negara dan kawasan ekonomi yang menerapkan kebijakan perdagangan yang rendah karbon seharusnya tidak hanya menetapkan pembatasan jumlah emisi pada setiap produk atau jasa yang masuk atau mereka impor.
Jelas Yusriski, perlu berkolaborasi dengan ASEAN untuk membentuk renncana transisi menuju Net Zero dan juga ekosistem pendukungnya.
BERITA TERKAIT: