Pimpinan tim hukum Masyumi yang Ketua Umum Partai Masyumi, Ahmad Yani menjelaskan bahwa pihaknya melakukan gugatan terkait dengan pasal Pasal 1765 hingga 1768 KUH Perdata.
“Pasal-pasal itu membolehkannya diberlakukan bunga dalam utang piutang, ini bertentangan dengan UUD 1945,” demikian penegasan Ahmad Yani, Senin (5/6).
Ahmad Yani menjelaskan secara formil, ketentuan KUH Perdata mendudukkan hukum memungut bunga menjadi legal, sementara itu adalah riba. Padahal, bunga utang tidak sesuai dengan teori negara republik dan bertentangan dengan Pasal 29 UUD 1945.
"Yang membuat umat Islam tidak merdeka dalam menjalankan ibadahnya, karena pasal itu mengandung riba dan riba adalah haram,” tegasnya lagi.
Dalam gugatan itu, tim hukum Masyumi mengambil batu uji Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 tentang negara adalah berbentuk republik.
Penjelasan kuasa hukum Masyumi lainnya, Irawan Santoso, memungut bunga dalam utang piutang, itu bertentangan dengan teori negara republik.
Argumentasi Masyumi, jelas Irawan, konsep negara republik tidak digariskan secara tegas oleh
the founding fathers Indonesia.
“Maka kita harus mengacu pada teori republic yang ditetapkan para filosof seperti Plato, Aristoteles, Cicero, yang memiliki kitab panduan tentang ‘republik’, dan mereka mengharamkan pungutan bunga dalam utang piutang,” tandasnya.
Lebih lanjut, Ahmad Yani menjelaskan bahwa pasal riba dalam KUH Perdata perlu diikuti karena isi gugatannya penuh landasan filosofis dan historis yang kuat.
“Dan kita masih mempergunakan KUHPerdata yang murni ini buatan kolonial, saatnya kita harus Menyusun sendiri KUH Perdata yang sesuai dengan prinsip bangsa Indonesia,” tandas Ahmad Yani.
BERITA TERKAIT: