Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia, Saiful Anam, mengatakan, pernyataan cawe-cawe Jokowi merupakan bentuk kepanikan, sehingga harus melontarkan kata-kata yang menjadi bahasa kalbunya.
"Itu bentuk kepanikan Jokowi, sehingga tidak dapat ditutup-tutupi siapapun. Dia khawatir ada sesuatu yang akan menghambat apa yang telah coba dilakukan pada saat pemerintahannya," kata Saiful, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (2/6).
Akademisi Universitas Sahid Jakarta itu menilai, sikap Jokowi sangat berlebihan, karena sudah dua periode, sehingga seharusnya tidak ada kepentingan lagi, selain memberikan legacy yang baik di ujung pemerintahannya.
"Publik akan semakin menilai buruk atas pernyataan cawe-cawe, dan akan menghubungkan dengan ketakutan berlebihan atas kandidat yang diusungnya bakal mudah dikalahkan lawan-lawan sebanding dalam Pilpres 2024 mendatang," kata Saiful.
Dia juga menyinggung soal kekalahan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika melawan Anies di Pilgub DKI Jakarta 2017.
"Traumatik masa lalu itu yang masih terasa, sehingga Jokowi merasa perlu cawe-cawe demi melanggengkan kekuasaan di saat tidak lagi menjabat sebagai presiden," terang Saiful.
Padahal, sambungnya, siapapun yang akan memenangkan kontestasi, akan dapat melanjutkan atau meneruskan apa yang menjadi kebijakan Jokowi.
"Sehingga tidak perlu paranoid terhadap siapapun yang akan memenangkan kontestasi 2024," pungkas Saiful.
BERITA TERKAIT: