Aksi yang meminta Ketua KPK Firli Bahuri dipecat tersebut dipimpin langsung mantan Ketua KPK Abraham Samad bersama mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan Saut Situmorang. Turut hadir pula mantan pegawai KPK yang kini jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri, Novel Baswedan.
Bagi pengamat komunikasi dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing, aksi ini terbilang aneh lantaran sebagai mantan penegak hukum, seharusnya mereka berjuang di jalur hukum. Bukan di jalur komunikasi politik.
Demonstrasi memang hak demokrasi, tapi seharusnya mereka lebih mengedepankan penegakan hukum ketika menurut pandangan mereka ada dugaan keganjilan hukum.
“Bukan masuk ke ranah komunikasi politik dengan berdemonstrasi,†tegasnya kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (11/4).
Baginya, tindakan komunikasi politik demonstrasi yang dilakukan sejumlah mantan pimpinan KPK tersebut sangat berlebihan dan sarat muatan motif komunikasi politik.
Sebagai mantan pendekar hukum, lanjut Emrus, mereka seharusnya bertindak dalam tahapan proses hukum. Mulai dari pelaporan atau pengaduan ke institusi hukum yang terkait sesuai dengan UU. Mereka sebaiknya berjuang di jalur hukum untuk memproses dugaan keganjilan hukum. Tentu didahului dengan kajian dan analisis hukum yang objektif dan komprehensif.
“Sebab, bukankah para (mantan) penegak hukum biasanya ‘berteriak’ bahwa panglima itu adalah penegakan hukum di jalur hukum? Bukan di jalur politik,†tanya Emrus.
Demonstrasi meneriakkan “copot ketua KPK†menunjukkan bahwa mereka telah masuk ke ranah politik, sehingga tidak melakukan pendidikan kesadaran hukum yang benar kepada masyarakat. Demonstrasi ini, langsung atau tidak langsung, berpotensi mengganggu upaya pemberantasan korupsi di tanah air.
“Atau mereka telah bermutasi dari pendekar hukum menjadi “pendekar politikâ€. Kalau begitu, saya menyarankan mereka mendirikan atau masuk partai politik saja,†demikian Emrus.
BERITA TERKAIT: