Begitu dikatakan Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti dalam Dialog Antargenerasi yang diselenggarakan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerjasama dengan Yayasan Jurnal Perempuan dan Australian Volunteer Program di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Rabu (15/3).
Dikatakan Dini, menurut riset
State of The World’s Girls Report (SOTWG) yang dipublikasikan Plan International, sebanyak 69 persen dari 1.000 responden remaja perempuan Indonesia (15-24 tahun) merasakan berbagai tantangan untuk berpartisipasi di bidang politik.
“Beberapa hambatan diantaranya remaja perempuan berpikir politisi tidak akan mendengarkan mereka. Selain itu, mereka melihat politisi tidak banyak bicara terkait isu yang mempengaruhi perempuan,†ujar Dini.
Dini memaparkan, beberapa temuan menarik lainnya dari riset ini adalah tentang perasaan remaja perempuan terhadap pemimpin politiknya. Mayoritas remaja perempuan atau 54 persen responden tidak percaya pada pemimpin politik.
"Serta kurang yakin dalam menyalurkan aspirasinya kepada pemimpin politik yang diakui 30 persen responden," sambungnya.
Selain itu, lanjutnya, remaja perempuan Indonesia melihat masyarakat tidak terlalu menerima terhadap perempuan pemimpin politik nasional, diakui 20 persen responden.
Hal ini jauh dibandingkan dengan opini responden remaja perempuan di tingkat global atau 49 persen, yang melihat perempuan lebih bisa diterima untuk menjadi pemimpin politik di negara mereka.
Padahal, kata Dini lagi, bicara mengenai partisipasi politik itu tidak hanya berarti yang berhubungan dengan pemilu. Banyak hal dalam keseharian yang berhubungan dengan keputusan-keputusan penting bagi perempuan.
"Misal, kesehatan reproduksi dan pilihan-pilihan masa depan. Itu bisa jadi isu politik, tidak hanya isu sosial. Oleh karena, itu penting bagi perempuan terutama perempuan muda untuk bersuara,†demikian Dini.
BERITA TERKAIT: