Mayoritas pejabat eselon I dan II, merangkap sebagai komisaris maupun wakil komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Merespons kabar itu, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menyatakan bahwa aturan tentang rangkap jabatan masih tumpang tindih dan sumir.
Menurut Arjuna, masih banyak peraturan turunan seperti UU 19/2003 tentang BUMN dan PP No. 45 Tahun 2005belum mengatur secara eksplisit larangan tentang rangkap jabatan yang dilakukan oleh pejabat publik.
Artinya tidak ada larangan bagi eselon 1 atau 2 Kemenkeu rangkap jabatan sebagai komisaris ataupun wakil komisaris dalam BUMN,
“Aturan soal rangkap jabatan memang masih tumpah tindih dan sumir. Tidak tegas," jelas Arjuna, Rabu (7/3).
Analisa Arjuna, Penugasan pejabat publik sebagai komisaris/pengawas BUMN selama ini dilakukan untuk pengawasan kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan pengawasan BUMN.
Namun demikian, Arjuna melihat alasan tersebut perlu ditinjau ulang efektivitasnya.
Bagi Arjuna rangkap jabatan berpotensi terjadinya Dis-kekuasaan, yaitu pada saat seseorang memegang dan menjalankan lebih dari satu jabatan, maka tidak menutup kemungkinan pemangku jabatan tersebut memicu terjadinya kelalaian.
Analisa Arjuna, dis-kekuasaan yang seringkali terjadi yaitu tidak maksimalnya partisipasi seseorang yang merangkap jabatan dalam pengambilan keputusan dan rapat-rapat dewan komisaris dan rapat gabungan dengan dewan direksi.
Sederhananya, tingkat kehadiran dalam Rapat Dewan Komisaris dan rapat gabungan antara Dewan Komisaris dengan Dewan Direksi sangat rendah," tambah Arjuna.
GMNI meminta pemerintah menerbitkan Perpres yang mengatur dan memperjelas batasan dan kriteria penempatan Pejabat struktural/fungsional aktif dalam Komisaris BUMN dengan pertimbangan kompetensi dan bebas konflik kepentingan.
Kedua, ungkap Arjuna, pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Dewas atau Dekom BUMN yang merangkap jabatan.
Ketiga, sinkronisasi aturan terkait standar dan prosedur pengangkatan dewan komisaris sesuai dengan UU Pelayanan Publik.
“Aturan rangkap jabatan perlu ada sinkronisasi aturan terutama harus merujuk pada UU Pelayanan Publik. Toh pada hakikatnya pengelolaan BUMN ditujukan untuk pelayanan publik yang maksimal dan agar BUMN bisa berjalan menjadi korporasi yang sehat," tutup Arjuna.
BERITA TERKAIT: