Pandangan itu disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, Senin (6/2).
Menurut Mulyanto, penghilangan secara sengaja nama Habibie dari lini masa perkembangan Iptek nasional, dugaan dehabibienisasi di BRIN menjadi terkonfirmasi.
Mulyanto mengklaim dirinya tidak hanya asal bicara. Ia mencatat ada sejumlah upaya dehabibienisasi atau menghapuskan warisan yang ditinggalkan Presiden ketiga RI BJ Habibie utamanya melalui perombakan kelembagaan riset dan teknologi.
Salah satunya, akhir bulan lalu telah ditutup lembaga riset antariksa dan penerbangan di Pasuruan, Jawa Timur.
"Sebelumnya telah dibubarkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Dewan Riset Nasional (DRN), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), LIPI, BATAN dan LAPAN," urai Mulyano, Senin (6/2).
Mulyanto menilai hasil kerja BPPT seperti porak poranda. Sebelumnya, kata Mulyanto, juga telah dihapus Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Dewan Standardisasi Nasional (DSN) serta dimuseumkannya pesawat terbang karya anak bangsa N-250 Si Gatot Kaca.
Mulyanto menegaskan, negara tidak bisa begitu saja menghilangkan jejak pengembangan Iptek yang sudah dibangun susah payah oleh begawan teknologi BJ Habibie.
Kata dia, bangsa Indonesia harus mengakui bahwa Habibie berhasil membangun struktur pembangunan teknologi Iptek (techno-structure) yang kokoh dan bermanfaat di Indonesia.
"Pak Habibie berhasil membangun human-ware (SDM), technoware (peralatan), orgaware (kelembagaan) maupun infoware (jaringan) yang berujung pada beroperasinya Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS)," terangnya.
BERITA TERKAIT: