Hal tersebut diutarakan Wijayanto dalam diskusi publik bertajuk “Dinamika Politik Menuju 2024: Apa Kata Big Data?†yang digelar secara daring pada Minggu (5/2).
Wijayanto mengungkap, dalam penelitian big data LP3ES dan Continuum menunjukan kalau jelang Pilpres terdapat berbagai “ritual†yang bisa membahayakan demokrasi, antara lain perpanjangan masa jabatan kades, penundaan pemilu, politik dinasti, kredibilitas KPU dan kemunduran demokrasi.
“Ini menunjukkan bahwa menjelang pemilu, upaya untuk menciderai demokrasi terus dilakukan. Di sini, pemilu terancam hanya menjadi ritual hampa tanpa makna,†kata Wijayanto.
Namun kabar baiknya, kata dia, meskipun upaya menciderai demokrasi terus dilakukan namun masyarakat sudah sangat kritis atas berbagai upaya untuk menggembosi demokrasi.
“Terbukti dari sentimen sangat negatif yang rata-rata mencapai 95 persen dari publik Indonesia. Ke depan, masyarakat perlu terus mengawal jalannya politik dan tetap kritis pada berbagai upaya untuk membajak demokrasi,†ujarnya.
Selain itu, elite politik juga diharapkan mulai mengisi ruang publik dengan wacana yang lebih substantif untuk demokrasi.
“Sudah saatnya berhenti melakukan pembusukan demokrasi, dan menggantinya dengan menghadirkan masalah-masalah bangsa di ruang publik, seperti, kerusakan lingkungan dan ketimpangan,†demikian Wijayanto.
BERITA TERKAIT: