Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KUHP Baru, Era Penegakan Hukum Sesuai Jati Diri Bangsa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 02 Februari 2023, 01:28 WIB
KUHP Baru, Era Penegakan Hukum Sesuai Jati Diri Bangsa
Acara Sosialisasi KUHP yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes)/Ist
rmol news logo Pengesahan UU 1/2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah era baru dalam peraturan penegakan hukum yang sesuai dengan kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia.

Begitu dikatakan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Profesor Harkristuti Harkrisnowo dalam acara Sosialisasi KUHP yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Hotel Patra, Semarang, Rabu.

Bagi dia, perbedaan mencolok antara KUHP baru tersebut salah satunya adalah pasal pidana perzinaan dan kohabitasi. Di dalam KUHP lama yang merupakan warisan kolonial Belanda, hal-hal semacam itu berlawanan dengan kultur dan budaya yang tertanam di masyarakat bangsa Indonesia.

"Pada pasal tersebut, ada sebagian kalangan yang menganggap ini sebagai ranah privasi, sehingga seharusnya negara tidak ikut campur. Yang dilupakan bahwa kita bukan negara barat, di mana nilai-nilai semacam itu masih ada, hidup dan dipertahankan oleh masyarakat," ujar Harkristuti.

Dia juga menyampaikan, dalam KUHP baru yang tak kalah penting untuk disosialisasikan ke masyarakat adalah Pasal 218 tentang Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden serta Pasal 240 tentang Penghinaan Pemerintah atau Lembaga Negara.

Menurutnya, pasal tersebut dibuat bukan untuk membungkam masyarakat. Indonesia memang negara yang menganut asas demokrasi, namun bukan berarti demokrasi diartikan sebagai demokrasi yang kebablasan.

Perbedaan antara kritik dan penghinaan pun ditekankan dalam pasal tersebut. Maka, sambungnya, tidak akan ada proses hukum tanpa adanya pengaduan yang sah dari pihak yang berhak mengadu, yaitu Presiden atau Wapres (Pasal 218 UU KUHP) dan Pimpinan Lembaga Negara (Pasal 240 UU KUHP).

"Penting dijelaskan bahwa pasal tentang penghinaan Presiden itu bukan untuk membungkam. Karena pidana ini memiliki persyaratan. Kritik tidak apa-apa, tapi apabila penghinaan, pencemaran nama baik, itu yang dilarang," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA