Meski tidak diikuti dengan permintaan maaf, namun pernyataan tersebut menjadi langkah yang sudah sangat maju dan menjadi lompatan besar dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM di Indonesia.
“Saya menghargai setulusnya pengakuan dan penyesalan yang disampaikan Presiden. Sesungguhnya dengan penyesalan itu, implisit di dalamnya sudah terkandung permohonan maaf,†kata Pdt Gomar Gultom kepada
Kantor Berita RMOLSumut, Rabu (11/1).
Pdt Gomar Gultom menambahkan, penegasan Presiden bahwa penyelesaian nonyudisial terkait hal tersebut tidak menegasikan penyelesaian secara hukum. Justru, pengakuan ini bisa menjadi pintu masuk untuk proses hukum selanjutnya.
“Kini menjadi tugas seluruh elemen bangsa yang berkehendak baik untuk mengawal proses ini dengan lebih sungguh-sungguh,†ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari pernyataan Presiden tersebut, Pdt Gomar mengusulkan dua hal. Pertama, perlunya penghapusan segera berbagai bentuk memorial maupun materi yang dinilai sebagai pembelokan sejarah dan pengaburan fakta pelanggaran HAM yang terjadi.
“Kedua perlu memorialisasi atas pelanggaran HAM Berat tersebut dalam bentuk statuta, sebagai peringatan kepada generasi berikutnya agar tidak terulang,†demikian Pdt Gomar Gultom.
BERITA TERKAIT: