Untuk Pemilu 2024, Partai Aceh (PA) mendapat nomor urut 21, sesuai hasil pengundian nomor bagi partai politik peserta Pemilu 2024 di Kantor KPU Jakarta pekan lalu.
Jurubicara PA, Nurzahri menyebutkan, meski mendapat nomor 21, semangat kader PA tetap sebagai partai pemenang.
Nurzahri menambahkan, Partai Aceh terus mendapatkan nomor ganjil di setiap pengundian nomor urut parpol yang ikut bertarung dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Dari dulu PA dapat nomor 39, 13, 15, sekarang 21. Tapi yang jelas semangatnya masih semangat partai kita sebagai partai pemenang," kata Nurzahri kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Senin (19/12).
Nurzahri tak menjelaskan detail ihwal makna dari nomor 21 tersebut. Meski demikian, dia haqul yakin partai besutan Muzakir Manaf alias Mualem itu bisa kembali menang pada Pemilu Serentak 2024 mendatang.
"Pada prinsipnya bukan pada nomor, tapi bagaimana masyarakat kemudian bisa percaya kepada Partai Aceh dan dalam kaitan surat suara saya kira logo PA sudah cukup dikenal," papar Nurzahri.
Menurut dia, Partai Aceh tak mempersoalkan nomor urut partai yang diundi sebagai peserta pemilu. Hanya saja, pihaknya perlu mengetahui secepatnya ihwal format surat suara untuk Pemilu 2024 nantinya.
Bekas anggota DPR Aceh ini menuturkan, penentuan surat suara itu penting, agar pihaknya bisa bekerja untuk melakukan sosialisasi posisi penempatan partainya di dalam kertas suara tersebut.
"Kita perlu tahu secepatnya format surat suara dari KIP. Supaya kita bisa bekerja untuk mensosialisasikan posisi penempatan partainya di dalam kertas suara," ungkapnya.
Nurzahri mengatakan sistem pemilu saat ini semakin menunjukkan peningkatan. Meskipun sistem perhitungan suara masih ada yang merugikan partai-partai yang punya pemilih besar.
"Jadi kalau suara PA itu kan selalu menjadi suara termahal, kadang-kadang satu porsi itu selalu porsi penuh. Sedangkan partai-partai lain itu biasanya tidak full," katanya.
Menurut Nurzahri, di satu sisi, tingkat kecurangan pemilu juga semakin tinggi. Misalkan pola money politic (politik uang). Dia menyarakankan penyelenggara Pemilu dalam hal ini KIP dan Bawaslu lebih proaktif terkait pencegahan politik uang ini.
Terlebih dalam sejarah perjalanan Pemilu di Indonesia belum ada yang ditangkap terkait kasus money politic pada saat pemilu.
Sehingga, masyarakat akhirnya jadi terpengaruh bahwa mereka bisa saja beranggapan boleh-boleh saja menerima sesuatu dari kandidat.
"Ini selalu deliknya delik aduan jadi tidak proaktif. Kalau kita (lapor) ke Bawaslu atau KIP, kalau enggak ada laporan ya mereka (KIP dan Bawaslu) tidak bertindak," tutupnya.
BERITA TERKAIT: