Merespons dinamika politik itu, pengamat politik dari Universitas Diponegoro Teguh Yuwono melihat hal itu sebagai upaya menaikkan daya tawar politik partai semata.
“Saya melihat banyak partai menengah kecil ke bawah, yang berinisiatif, itu lebih pada upaya meminta perhatian dari partai lain bahwa kami harus dihitung, punya kontribusi untuk koalisi,“ kata Teguh Yuwono, Senin (19/12).
Dikatakan Teguh, PPP berada di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama dengan Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional. Dari ketiganya, Golkar memegang suara terbesar dan konsisten mengajukan Ketum Airlangga Hartarto sebagai Capres Golkar.
Namun, sampai hari ini masih belum ditentukan siapa Capres KIB.
“KIB, dengan suara parpol yang tanggung, calon yang belum jelas, dalam arti apakah cukup
confidence, karena survei dua digit masih seputar Ganjar, Prabowo, Anies,†ujarnya.
Menurutnya, sosok Airlangga Hartarto, yang memiliki elektabilitas dari ketiga Ketum di KIB, dikenal dengan hasil kerjanya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
"Dia dekat dengan Presiden Joko Widodo, bahkan sempat disebut-sebut punya modal memimpin,†imbuhnya.
Teguh menyampaikan bahwa dalam berpolitik tidak ada yang kuat sendirian, tapi harus berbaur dengan partai politik lain agar tidak melukai pihak lain.
Dalam pandangan Teguh, dalam politik adalah seni berhubungan dengan para pihak. Selain itu, sifat politik tidak ada yang kuat.
"Tetapi politik itu harus bersifat ‘
grey area’ karena politik itu membutuhkan dukungan yang jelas, butuh proses-proses yang tidak melukai orang lain. Saat ini barangkali tidak membutuhkan, di waktu lain bisa membutuhkan,†demikian Teguh.
BERITA TERKAIT: