"Memang berdasarkan pertimbangan itu, perubahan sudah menjadi keniscayaan," kata pakar hukum, Mawardi Ismail, di Banda Aceh, Senin (7/3).
Menurut Mawardi, bukan soal perubahan UUPA itu yang menjadi masalah. Namun siap atau tidaknya, Pemerintah Aceh menghadapi hal tersebut. Jangan karena revisi UUPA itu pula malah berdampak tidak baik bagi Aceh.
"Kita berharap dari perubahan ini mengarah ke yang lebih baik. Jangan sebaliknya, saya dari dulu sudah mengatakan, perlu ada kebersamaan seluruh stakeholder, harus bersatu padu," ujar dia, dikutip
Kantor Berita RMOLAceh.
Pada 2006 lalu, MoU Helsinki baru saja ditetapkan. Sementara UUPA merupakan implementasi dari MoU Helsinki. Pada waktu itu, lanjut Mawardi, posisi Aceh sangat kuat sekali.
“Berbeda halnya dengan saat ini, di mana bargaining (tawar-menawar) Aceh lemah,†terang Mawardi.
Mawardi menilai, Pemerintah Aceh perlu mengubah strategi. Dulu, tekanan di depan dan argumen di belakang. Maka saat ini hal itu harus diubah, argumen yang berada di garis depan.
"Jadi kita harus punya argumentasi yang cukup dan rasional. Bukan argumentasi ecek-ecek, maka ini saya katakan, kita harus benar-benar mempersiapkan diri," sebut dia.
BERITA TERKAIT: