Anggota Komisi II DPRI RI, Yanuar Prihatin, mengaku terkejut mendengar isu perpanjangan masa jabatan presiden di dalam rencana amandemen UUD 1945. Pasalnya, ia mengaku tidak pernah mendenar hal tersebut sebagai salah satu dari anggota DPR RI yang melakukan pembahasan mengenai PPHN.
"Wah, ini (isu perpanjangan masa jabatan presiden) bisa ngawur lagi," ucap Yanuar dalam acara diskusi Dialektika Demokrasi, bertajuk 'Nasib Pemilu 2024 di Tengah Wacana Amandemen', di Media Center DPR/MPR RI, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (2/9).
Legislator dari Fraksi PKB ini menerangkan untuk mengamandemen UUD 1945 tidaklah mudah dan memakan waktu yang cukup panjang. Apalagi menurutnya, jika membahas soal PPHN yang menjadi satu landasan pembangunan negara.
"Oleh karena itu, kalau seandainya PPHN tidak dimungkinan untuk menjadi payung hukum, maka saya juga sering menerangkan bahwa sementara kita cari jalan keluar yang lain untuk memayungi PPHN ini," katanya.
Lebih lanjut, Yanuar mengatakan bahwa selama ini harus ada yang memayungi munculnya PPHN, khususnya terkait sistem perencanaan jangka panjang mengenai ketetapan MPR RI. Namun ia melihat, ada sebagian yang berpendapat bahwa pembahasan tersebut tidaklah cukup hanya mendasar payung hukum semata.
"Ini kan undang-undang, ketetapan yang lebih tinggi lebih harus kita bikin bersama," imbuhnya.
PKB sendiri, kata Yanuar, memiliki pendapat bahwa membicarakan atau mewacanakan amandemen UUD 1945 bukan hal yang tabu untuk diperbincangkan. Sehingga dirinya mengajak seluruh elemen untuk ikut aktif menggali persoalan ini.
"Di kaji lebih dalam, didiskusikan sebagai bagian dari proses pendewasaan politik kita," tandasnya.
BERITA TERKAIT: