Dalam laporan posisi Surat Berharga Negara (SBN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan disebutkan obligasi atau surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah terkait pemberian BLBI senilai Rp 105,45 triliun per 26 Agustus 2021.
Rinciannya, obligasi dengan seri SRBI01 sebesar Rp 48,45 triliun, diterbitkan pada 7 Agustus 2003 dan akan jatuh tempo pada 1 Agustus 2043.
Seri SRBI 01 ini merupakan pengganti dari seri SU001 dan SU003. SRBI01 tersebut awalnya memiliki pokok utang sebesar Rp144,5 triliun ketika diterbitkan pada 2003. Utang pokok tersebut sebagian telah dilunasi dari dana surplus keuangan BI.
Berikutnya, seri SU002 Rp 8,29 triliun yang diterbitkan pada 23 Oktober 1998 dan akan jatuh tempo pada 1 April 2025. Seri SU004 dengan nilai Rp 24,19 triliun, diterbitkan pada 28 Mei 1999 dan akan jatuh tempo pada 1 Desember 2025.
Serta seri SU007 dengan nilai Rp 21,02 triliun, diterbitkan pada 1 Januari 2006 dan jatuh tempo pada 1 Agustus 2025.
“Keempat seri obligasi penjamninan pemberian BLBI tersebut memiliki bunga 0,01 persen per tahun, lebih rendah dari bunga obligasi pemerintah pada umumnya dan tidak diperdagangkan,†urai mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono kepada redaksi, Selasa pagi (31/8).
Uraian itu disampaikan karena Arief Poyuono ingin Presiden Joko Widodo bisa menagih utang semua obligor BLBI. Termasuk menyita semua aset-aset mereka.
Jika mereka berkelit dan mempersulit penagihan, maka sudah selayaknya pemerintah mempersoalkan mereka ke ranah hukum tindak pidana khusus. Sebab pemberian BLBI kepada mereka sarat dengan pelanggaran tindak pidana khusus
Arief Poyuono mengakui bahwa tidak gampang untuk menyita aset aset para Obligor BLBI, sebab semua aset sudah banyak yang ganti baju tapi masih dimiliki para obligor.
Secara hukum dan kasat mata banyak aset-aset obligor BLBI berpindah tangan. Hal ini dilakukan oleh para obligor BLBI untuk menyembunyikan aset aset mereka dan menghindar dari tagihan oleh pemerintah
“Persoalan lainnya adalah kadaluarsa tindakan humum pidana khusus pada para obligor karena kasus pidana akan kadaluarsa sesuai KUHP jika sudah melewati masa 18 tahun tanpa ada penuntutan,†tegasnya.
Persoalan lainnya adalah integritas Satgas BLBI yang dibentuk saat ini tidak beda dengan BPPN ataupun satgas BLBI yang dibentuk sebelum. Mereka patut diragukan karena bisa terserang penyakit kongkalikong dengan pbligor BLBI, sehingga penyitaan aset obligor BLBI menjadi tertunda-tunda.
“Nah sekarang kita lihat mampu enggak Jokowi di akhir masa jabatannya menagih dan meyita semua aset-aset Obligor BLBI yang jumlahnya ratusan triliun yang saat ini dinikmati oleh para keturunan para obligor BLBI, yang menjadikan mereka menguasai perekonomian Indonesia,†sambungnya.
BERITA TERKAIT: