Begitu dikatakan pengamat politik, DR. Andi Yusran dalam serial diskusi Tanya Jawab Cak Ulung dengan tema "Negara Terlilit Utang" yang digelar
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (24/6).
"Kan terungkap beberapa waktu lalu misalnya ada diskusi antara satu kementerian dengan anggota dewan, ternyata untuk membuat satu permen (peraturan menteri) habis sekian puluh miliar," ujar Andi Yusran.
"Jangan sampai anggaran kita, APBN jebol gara-gara lebih separuhnya habis membiayai birokrasi," katanya lagi.
Dugaan Andi, mahalnya biaya birokrasi seperti pembiayaan pembuatan aturan hampir terjadi di semua kementerian dan lembaga. Walau sudah menjadi rahasia umum, menurutnya, mahalnya biaya birokrasi tetap saja terjadi.
"Saya melihat ada aroma market seperti permen tadi, itu tidak hanya satu tapi hampir semua kementerian dan lembaga melakukan itu dan ini didiamkan. Ujung-ujungnya melakukan utang karena pemerintah tidak bisa mengambil kebijakan lain," jelasnya.
Pada posisi itu, lanjut Andi, DPR RI sebagai lembaga legislatif juga tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti apapun kebijakan eksekutif.
"Di DPR saya lihat membisu pada posisi ini, karena saya lihat posisi DPR pada posisi subordinasi dari eksekutif," katanya.
Saat ini, Parlemen dikuasi oleh partai pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Kita lihat perimbangan kekuatan di DPR semua pada posisi di bawah posisi subordinasi eksekutif, hanya satu, dua partai yang masih berdiri sebagai oposan, sehingga suara DPR menjadi tidak efektif," ucap Andi.
Utang pemerintah sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun pada tahun 2020. Jumlah utang ini naik tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2019, yaitu Rp 4.778 triliun.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna mengaku khawatir pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.
BERITA TERKAIT: