ARSC: Kebijakan Vaksin Covid-19 Tanpa Biaya Harus Didukung Transparansi Pemerintah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 17 Desember 2020, 22:58 WIB
ARSC: Kebijakan Vaksin Covid-19 Tanpa Biaya Harus Didukung Transparansi Pemerintah
Ilustrasi
rmol news logo Ucapan apresiasi terus mengalir pada Presiden Joko Widodo usai mengumumkan bahwa vaksinasi Covid-19 tanda dipungut biaya alias gratis.

Pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) Bagus Balghi mengatakan, kebijakan Presiden Jokowi itu membuktikan bahwa negara hadir pada rakyatnya.

“Apresiasi kepada pemerintah dan Presiden Joko Widodo yang telah menggratiskan vaksin untuk seluruh masyarakat. Hal itu menunjukkan keberpihakan dan ketegasan negara dalam melindungi seluruh rakyat secara adil merata,” kata Bagus, Kamis (17/12)

Keputusan ini, kata Bagus, juga menjadi langkah yang tepat untuk mendukung tercapainya target herd immunity. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan hak seluruh warga negara untuk mendapat perlindungan dari Covid-19 serta dampak sosial ekonomi yang terjadi.

Namun, juga keharusan untuk memastikan jumlah masyarakat yang harus mendapatkan program vaksinasi agar Indonesia bisa keluar dari situasi pandemi.

“Selanjutnya, pemerintah perlu merumuskan bagaimana distribusi vaksin ini kepada masyarakat, jangkauannya tidak hanya pada tingkat provinsi dan kota, namun juga ke berbagai pelosok daerah hingga perbatasan,” ujarnya.

Selain itu, Bagus juga menyoroti transparansi keberadaan dan distribusi vaksin kepada masyarakat. Tercatat, sejumlah vaksin antara lain Sinovac Biotech Ltd, Bio Farma (Persero), Astra Zeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, dan Pfizer Inc and BioNTech.

“Tentunya dalam distribusi vaksin, saya menyarankan agar pemerintah terbuka dan transparan mulai dari pengadaan dan distribusi vaksin, agar tumbuh rasa yakin dan kepercayaan kepada masyarakat,” jelasnya.

Terlebih, merujuk pada data survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan UNICEF dan WHO, bahwa terdapat 27,8 persen masyarakat ragu, sedangkan sebanyak 7,6 persen yang menolak untuk divaksinasi meski tanpa biaya alias gratis.

Hal ini dikarenakan tingkat kepercayaan masyarakat kepada efektivitas, keamanan dan kehalalan sejumlah vaksin yang diimpor oleh pemerintah.

“Pemerintah harus gencar melakukan sosialisasi terkait tahapan dan distribusi vaksinasi yang dilakukan kepada masyarakat hingga ke pelosok Indonesia, efektif dan transparan. Dengan demikian Indonesia semakin solid dalam bersama menghadapi pandemi sekaligus pulih secara ekonomi,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA