"Dari jumlah tersebut, 160 perkara dinyatakan sebagai pelanggaran pemilihan dan 42 perkara dihentikan karena bukan merupakan pelanggaran," ucap Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jabar, Sutarno, dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu Jabar, Jalan Turangga, Kota Bandung, Kamis (10/12).
Sutarno mengatakan, tren yang paling tinggi yakni pelanggaran netralitas ASN dan aparatur desa sebanyak 52 perkara. Dan seluruhnya telah diajukan Bawaslu Jabar kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Mereka yang terlibat, mulai dari kepala kantor atau kepala dinas, kepala bagian, dan kepala seksi sebanyak 13 orang. Camat dan sekretaris camat 15 orang. Guru atau penilik atau pengawas sekolah 19 orang. Staf ASN 10 orang. Satpol PP kecamatan 1 orang dan kepala sekretariat Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) 1 orang. Hingga dokter atau perawat maupun bidan sebanyak 3 orang," bebernuya, dikutip
Kantor Berita RMOLJabar.
Menurutnya, bentuk pelanggaran yang dilakukan antara lain dengan memberikan dukungan melalui media sosial atau media massa, juga melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik.
Serta menghadiri kegiatan kampanye yang menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon) kepala daerah, hingga mendukung salah satu paslon dalam kampanye.
"Beberapa di antaranya telah ditindaklanjuti dengan diberikan sanksi berupa hukuman disiplin sedang, sanksi disiplin ringan, dan sanksi moral berupa penyataan secara terbuka," tuturnya.
Jenis pelanggaran lainnya, kata Sutarno, yakni pelanggaran administrasi pemilihan sebanyak 66 perkara, pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan 19 perkara, dan pelanggaran tindak pidana pemilihan 9 perkara.
"Di antara sembilan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan itu, dua perkara telah diputus oleh Pengadilan Negeri Indramayu dan Pengadilan Negeri Cianjur, sehingga telah memiliki kekuatan hukum tetap atau incraht," tandasnya.
BERITA TERKAIT: