Hal ini dikatakan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Ihsanuddin. Langkah ini harus dilakukan seiring meningkatnya penyebaran virus Covid-19 di Aceh.
Ihsanuddin mengingatkan agar Pemerintah Aceh tak lengah. “Lebih baik kita mencegah,†kata Ihsanuddin, kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Senin (27/4).
Dalam sepekan terakhir, jumlah penderita corona di Aceh memang terus meningkat. Sabtu lalu (25/4), tiga santri asal Simeulue yang pulang dari Jawa Timur dikonfirmasi positif Covid-19. Ketiga pasien itu berstatus orang tanpa gejala (OTG). Santri dari kluster Aceh Tamiang juga dinyatakan positif corona setelah menjalani
rapid test.
Di Banda Aceh, dari 2.125 orang yang diperiksa, dua orang dinyatakan positif terjangkit Covid-19 berdasarkan hasil
rapid test. Namun pemerintah kota menunggu hasil
swab test untuk lebih memastikan hasilnya.
Menurut Ihsanuddin, jika dibandingkan dengan daerah lain, kondisi penyebaran corona di Aceh memang belum terlalu berat. Karena itu, kata dia, sangat efektif jika segera diterapkan PSBB guna memutus mata rantai penyebaran virus tersebut.
Ditambahkan Ihsanuddin, penerapan PSBB tidak bisa berjalan dengan baik jika diberikan ruang dan waktu bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. “Kan bukan sama sekali tidak boleh keluar. Hanya saja aturan main PSBB harus kita ikuti,†jelas Ihsanuddin.
Hal sama juga disampaikan Teuku Raja Keumangan (TRK). Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dari Partai Golkar ini mendukung Pemerintah Aceh memberlakukan PSBB. Namun, lanjut TRK, kebijakan ini perlu mendapat persetujuan semua pihak.
Persetujuan ini penting karena PSBB akan berdampak besar selama diterapkan. Ketika kebijakan itu diberlakukan, semua pihak bisa saling membantu mengatasi konsekuensi kebijakan itu.
Untuk melangkah ke PSBB, Pemerintah Aceh juga harus menyiapkan secara matang, mulai dari anggaran dan lain-lainnya. Jika perlu harus mencontoh seperti yang dilakukan DKI Jakarta.
“Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Lebih cepat maka lebih baik,†tambah TRK.
Namun demikian, Pemprov Aceh harus belajar dari pemerintah daerah lain yang telah menerapkan PSBB. Sehingga pelaksanaan PSBB di Aceh bisa lebih efektif dan sesuai yang diharapkan.
Apalagi, sejak awal pemerintah pusat tidak punya kejelasan dalam menangani Covid-19 ini.
“Kini, daerah yang masuk zona merah semakin banyak, tapi penerapan PSBB juga lamban,†sebut anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat RI, Irwan, Senin (27/4).
Irwan menegaskan, banyak penentuan zona merah corona tidak jelas parameternya. Setelah menjadi zona merah, pemerintah baru menerapkan PSBB. Hal ini diharapkan tidak terjadi di Aceh.
Sejak awal Irwan sebenarnya berharap pemerintah memberlakukan karantina wilayah sebagai skema penanganan Covid-19.
PSBB dan karantina wilayah (lockdown), menurut Irwan, memiliki makna yang sangat berbeda. PSBB hanya bersifat pengendalian aktivitas. Sedangkan karantina wilayah adalah penghentian seluruh aktivitas masyarakat.
Perbedaan lainnya, PSBB tidak menjamin biaya hidup rakyat. Sedangkan karantina wilayah, segala biaya hidup rakyat dan ternak dijamin oleh negara.
Menurut Irwan, kelemahan-kelemahan PSBB karena filosofisnya adalah pembatasan sosial yang tergantung skalanya. Sedangkan karantina wilayah filosofinya menghentikan semua aktivitas.
“Tidak ada wilayah abu-abu. Intinya dihentikan. Tetapi semua biaya hidup masyarakat dijamin selama penghentian aktivitas,†tegas Irwan.
Sejauh ini sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh telah mengusulkan pemberlakuan PSBB. Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, beberapa waktu juga menyatakan tengah menimang-nimang rencana pemberlakukan PSBB. Diharapkan, PSBB mampu menekan angka penyebaran corona di ujung barat Sumatera.
BERITA TERKAIT: