Hal itu, akibat dari realisasi pendapatan negara lebih rendah daripada belanja negara.
Sukamta menguraikan, pada Maret 2020, pendapatan negara baru mencapai Rp 375,9 triliun sedangkan pemerintah telah mengeluarkan Rp 452,3 trilliun untuk belanja.
“Pemerintah mengakali defisit anggaran dan untuk membiayai kebutuhan pemerintah yang ugal-ugalan lahirlah perppu yang ugal-ugalan juga,†ujar Sukamta kepada wartawan, Rabu (22/4).
Menurutnya, besaran defisit APBN pun melampaui tiga persen dari PDB. Artinya terjadi pelanggaran Pasal 17 (3) UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.
“Namun mensiasati hal tersebut Perppu 1/2020 kemudian mengubah batas defisit anggaran negara melampaui 3 persen dari PDB, bahkan tidak ada batas atasnya,†jelasnya.
Ketua DPP PKS ini berpesanm bahwa langkah pemerintah harus fokus pada penyelesaian Covid-19 yang belum selesai bukan pada masalah ekonominya.
Setelah pandemi COVID-19 bisa diatasi baru fokus dialihkan ke ekonomi. Bukan dibalik fokus penanganannya.
“Jika pemerintah tidak segera menyelesaikan masalah Covid-19 kemudian membuat langkah-langkah strategis dengan target waktu yang jelas, maka kebijakan mengembalikan kondisi ekonomi akan sia-sia,†tutupnya.
BERITA TERKAIT: