Pengajar Komunikasi Politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah mengatakan, persoalan yang dilakukan oleh Andi Taufan berpotensi
abuse of power karena surat menggunakan jabatan dan logo institusi negara yang memicu celah nepotisme.
"Inilah konsekuensi memilih stafsus yang tidak matang dan prematur, kondisi ini jelas semakin memperburuk muka Istana," ucap Dedi Kurnia Syah kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/4).
Selain itu, Dedi juga melihat adanya keganjilan materi surat yang dikirimkan kepada Camat seluruh wilayah Indonesia. Di mana telah ada komitmen dari swasta, sementara penerima komitmen merupakan orang yang sama yakni Andi Taufan.
"Pelanggaran etik ini tidak bisa dianggap ringan, karena melibatkan nama Presiden sebagai institusi negara," kata Dedi.
Belakangan, Andi Taufan memang telah meminta maaf atas kesalahan tersebut. Namun menurut Dedi, permohonan maaf hanyalah bentuk pengakuan kelalaian, bukan menghapus kesalahan.
"Presiden perlu terbebas dari lingkaran yang tidak sanggup menjaga marwah Istana, alih-alih untuk kepentingan pribadi. Memang, materi surat tersebut terkesan baik karena ada itikad membantu. Tetapi cara yang digunakan lebih dekat pada sesuatu yang buruk, ketidak hati-hatian, dan tentu saja penyalahgunaan kekuasaan," pungkas Dedi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.