"Khususnya ketika restrukturisasi di kementerian/lembaga (K/L) yang menjadi mitra komisi X DPR dilakukan semasa transisi pemerintahan dan kabinet baru kemarin," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, Senin (13/4).
FIkri menyebutkan soal restrukturisasi di K/L yang menjadi mitra Komisi X DPR antara lain penggabungan urusan Pendidikan Tinggi ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan penggabungan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dengan Kementerian Pariwisata.
"Penggabungan dan pemisahan tersebut otomatis berkonsekuensi perubahan anggaran, dan kita sudah berpekan-pekan membahasnya sesuai amanat UU tentang APBN 2020," kata politisi PKS ini.
Fikri menyinggung soal ketentuan Pasal 19 UU tentang APBN 2020 yang mengatur pergeseran anggaran antarprogram dalam rangka penyelesaian restrukturisasi K/L.
Namun, melalui Perpres 54/ 2020, pemerintah seolah mengabaikan proses legal formal yang telah berlangsung dan berlandaskan peraturan yang lebih tinggi, yakni UU. Dia menyoroti klaim pemerintah dalam Perpres 54/2020 yang mengatakan anggaran Kemendikbud naik 96 persen dari semula Rp. 36 triliun menjadi Rp. 70 triliun.
"Padahal sebelumnya, kenaikan anggaran Kemendikbud karena bergabungnya Kemenristek-Dikti adalah menjadi Rp. 77,152 triliun," imbuh Fikri.
Kalaupun kemudian Kementerian Ristek/Badan Ristek Nasional (BRIN) mendapat alokasi anggaran Rp. 2,4 triliun, maka seharusnya Kemendikbud tetap mendapatkan sekitar Rp. 75 triliun.
"Bukan Rp. 70 triliun, atau berarti dipotong hampir Rp. 5 triliun, bukan malah naik," ucap Fikri.
Dia menyesalkan klaim bahwa anggaran Kemendikbud malah naik berdasar Perpres 54/2020.
"Ini sih namanya pembohongan publik," cetus Fikri.
Demikian pula dengan anggaran Kemenparekraf/Baparekraf, yang semula setelah restrukturisasi adalah Rp. 5,366 triliun.
"Namun di Perpres 54/2020 menjadi Rp. 4,27 triliun atau dipotong Rp. 1 triliun lebih," ucap Fikri menyayangkan.