Mantan Kombatan ISIS Secara Konstitusi Sudah Kehilangan Status WNI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 05 Februari 2020, 17:41 WIB
Mantan Kombatan ISIS Secara Konstitusi Sudah Kehilangan Status WNI
Ilustrasi ISIS/Net
rmol news logo Guru besar hukum internasional UI Hikmahanto Juwana menaruh perhatian terhadap wacana pemerintah untuk memulangkan 600 mantan kombatan ISIS ke Indonesia.

Menurut Hikmahanto, ratusan orang yang tergabung dalam ISIS sebenarnya telah kehilangan kewarganegaraannya berdasarkan Pasal 23 UU Kewarganegaraan tahun 2016 khususnya huruf (d) dan huruf (f).

Huruf (d) menyebutkan kehilangan kewarganegaraan disebabkan karena "masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden".

Sementara huruf (f) menyebutkan "secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut".

“Kewarganegaraan mereka bisa saja dikembalikan, namun mereka wajib mengikuti prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ucap Hikmahanto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (5/2).

Dia mencontohkan kasus seperti mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar yang telah kehilangan kewarganegaraan karena memiliki dua warganegara.
 
Archandra Tahar pernah diminta Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri BUMN. Tetapi, rencana itu batal karena Archandra diketahui juga menjadi warga negara Amerika Serikat.

Hikmahanto Juwana menyampaikan dua hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan pemerintah dalam menerima kembali 600 orang mantan kombatan ISIS asal Indonesia tersebut.

“Pertimbangan ini tidak sekedar penenuhan formalitas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau alasan kemanusiaan,” katanya.

Pertama adalah seberapa jau mantan kombatan itu terpapar faham ISIS. Asesmen ini perlu dilakukan secara cermat terhadap masing-masing individu.

“Asesmen mengenai hal ini penting agar mereka justru tidak menyebarkan ideologi dan paham ISIS di Indonesia,” ujarnya.

Kedua adalah seberapa bersedia masyarakat di Indonesia menerima kehadiran mereka kembali. Kesediaan masyarakat di sini tidak hanya dari pihak keluarga, namun pada masyarakat dan lingkungan sekitar di mana mereka nantinya bermukim.

“Dewasa ini kebijakan pemerintah pusat bila tidak dikomunikasikan dengan baik ke daerah, bisa memunculkan penolakan dari daerah. Akibatnya pemerintah pusat akan mengalami kerepotan tersendiri,” tutupnya. rmol news logo article 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA