Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Irman Putra Sidin: Secara Filosofi Konstitusi, Tidak Bisa Status Jakarta Sebagai Ibu Kota Dicabut

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 27 Agustus 2019, 10:23 WIB
Irman Putra Sidin: Secara Filosofi Konstitusi, Tidak Bisa Status Jakarta Sebagai Ibu Kota Dicabut
Irman Putra Sidin/Net
rmol news logo Pemindahan ibukota negara bukanlah kebijakan hukum terbuka yang secara teknokratik bisa dilakukan hanya karena keputusan politik seorang presiden.
HUT 79 RI

Begitu disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin pada video di Channel Youtube "Munajat Konstitusi 10: Pemindahan Ibukota, Mengingkari Konstitusi?" yang diunggah Selasa (27/8).

Menurut Irman, terdapat hal-hal filosofi konstitusional yang harus dipahami terlebih dahulu tentang ibu kota dalam perspektif perjalanan konstitusi bangsa.

Ia menjelaskan, ibu kota menurut UUD 1945 adalah tempat dimana seluruh rakyat Indonesia berkumpul untuk kemudian mengambil putusan-putusan yang paling penting terhadap republik ini, dalam sebuah kelembagaan, wakil-wakilnya yang telah dipilih melalui pemilu untuk tempat berkumpulnya mengambil keputusan tertinggi akan masa depan bangsa.

"Makanya dalam Pasal 2 UUD 1945 menyatakan majelis permusyawaratan rakyat (MPR) bersidang itu di ibu kota negara," ucapnya.

Itulah makna ibu kota. Bukan hanya sampai di situ, dari penjelasan Irman, ibu kota adalah tempat dimana seluruh rakyat Indonesia memberikan mandat kepada institusi negara untuk nantinya mengawasi segala penggunaan-penggunaan uang rakyat oleh institusi-institusi negara.

Oleh karena itu, dalam UUD 45, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berkududukan di ibu kota negara.

Irman mengatakan, UUD 45 tidak menyebut secara teknis ibu kota dalam konstitusi, tapi kalau merunut sejarah panjang kehidupan konstitusi, maka dapat ditemukan kriteria dan definisi kenapa Jakarta dijadikan ibu kota diantara puluhan, ratusan bahkan ribuan kota yang ada di Indonesia.

"Tentunya ada sesuatu yang harusnya kita pahami mengapa kemudian Jakarta ditunjuk sebagai ibu kota. Apa definisinya? apa yang melatar belakangi kemudian Jakarta kita jadikan kota yang menjadi ibu," sebutnya.

Jakarta adalah ibu dari seluruh negara ini, ibu dari seluruh wilayah republik ini, ibu dari seluruh kampung, desa, kecamatan yang ada di Indonesia. Kenapa, karena Jakarta adalah ibu yang mengandung bahkan melahirkan negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Jakarta adalah tempat dimana ibu menjahit Bendera Merah Putih. tempat dimana proklamator kita memproklamasikan kemerdekaan kepada seluruh penjuru dunia. Jakarta adalah ibu yang memfasilitasi lahirnya Pancasila, ideologi negara yang sangat kita banggakan, ideologi yang kita ingin sebar ke seluruh penjuru dunia, kata Bung Karno. Jakarta tempat kita menulis menguntai kata-kata, selaksa kata-kata menjadi untaian-untaian kata untuk mengontrol kekuasaan tersebut dalam bentuk UUD 1945," tutur Irman.

"Inilah Jakarta yang kemudian kita lekatkan sebagai ibu dari seluruh kota dari seluruh wilayah, dari seluruh penjuru, kampung, wilayah yang ada di Indonesia, inilah perjalanan panjang," tambahnya.

Oleh karenanya, lanjut Irman, pernyataan inilah yang kemudian membuat ketika pada tahun 1960-an republik ini pernah gamang tentang Jakarta sebagai ibu kota, tapi kemudian Bung Karno saat itu mengeluarkan UU yang menyatakan bahwa Jakarta adalah ibu kota negara, karena Jakarta adalah kota yang melahirkan proklamasi, kota tempat pusat aktivitas revolusi, kota tempat kita menyebar ideologi Pancasila ke seluruh dunia.

Dan sampai sekarang, filosofi fundamental ini tidak pernah dicabut. Bahwa UUD DKI Jakarta mengalami perubahan, itu adalah masalah teknokratik, guna pembangunan Jakarta sebagai ibu kota, bukan mencabut filisofis ibu kota, bukan mencabut dasar filosofinya, apa itu ibu dari kota, apa itu ibu dari wilayah, apa itu dari kampung, desa seluruh wilayah yang ada di indonesia, itulah Jakarta.

"Dan sampai saat ini ketentuan itu tidak pernah dirubah," kata Irman.

Ditambahkan Irman, kebijakan pemindahan ibukota memang tidak semudah dengan kebijakan pemerintahan lainnya, yang mungkin secara teknokratis bisa saja dilakukan, cukup dengan ketemu ketua umum partai politik kemudian mendapat dukungan dari parlemen, maka urusan perubahan UU belakangan saja, tidak seperti itu. Karena ada nilai-nilai fundamental ada nilai historis Jakarta sebagai ibu kota yang memang sangat sulit untuk dilekatkan.

"Karena apa? Bisa dimaknakan jikalau kita ingin memindahkan ibu kota dari Jakarta, itu sama saja ingin mencabut dasar fundamentalis bahwa Jakarta adalah bukan lagi ibu di tempat melahirkan proklamasi, bukan ibu yang menjahit Merah Putih, bukan ibu tempat memfasilitasi para pendiri bangsa menghadirkan Pancasila, menghadirkan konstitusi yang kita nikmati sekarang," imbuhnya.

Menurut Irman, itulah beberpa hal yang perlu dipahami tentang pemindahan ibukota. Pembukaan UUD 1945 secara teknokratik dan hukum tata negara bisa saja dilakukan perubahan, tetapi nilai-nilai fundamental tidak bisa diubah.

"Bukan hanya tidak berani, tapi tidak mampu dan tidak punya daya mengubahnya berdasarkan hati, meski seluruh kekuatan partai politik di MPR sepakat lakukan perubahan," katanya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA